Istilah tes berasal dari kata “testum” yang diambil
dari bahasa perancis kuno yang berarti piring yang digunakan untuk memisahkan
(mendulang) logam mulia dari pasir dan tanah. Ada beberapa pengertian tes yang dikemukakan
pakar pendidikan. Indrakusuma (1975:27) menyatakan bahwa tes adalah suatu alat
atau prosedur yang sistematik dan obyektif untuk memperoleh data atau
keterangan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
Sedangkan Muchtar Buchori (1967) menyatakan bahwa tes adalah suatu percobaan
yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hasil-hasil pelajaran
tertentu pada seseorang atau kelompok siswa. Aderson (1976:425) menyebutkan
bahwa tes adalah evaluasi menyeluruh terhadap seseorang atau kelompok.
Pengertian lain yang dengan kata “tes” adalah testing,
yaitu saat pelaksanaan tes dilakukan atau pelaksanaan tes. Testi (testi) atau
tercoba yaitu respoden (orang) yang mengerjakan atau menjawab tes tersebut,
disebut juga peserta tes. Sedangkan terter atau penguji adalah orang yang
diserahi untuk melaksanakan tes tersebut. Orang ini bisa menjadi pembuat alat
tes, pelaksana tes, atau pemeriksa dan pengolah data hasil tes.
Teknik tes atau cara melaksanakan tes dapat
digolongkan ke dalam 3 cara, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
Ketiga macam teknik tes tersebut perbedaanya dititik beratkan pada segi cara
menjawabnya, bukan dari cara menyajikan atau memberikan tes itu. Jadi
orientasinya adalah test, bukan instrument test atau tester.
Dari kontek pemahaman di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa seorang pendidik harus dapat menguasai teknik pemeriksaan hasil tes dan
teknik pemberian skor dari tes tersebut. Ini dimaknai bahwa dengan mengolah
data kuantitatif dari proses pembelajaran dapat menentukan hasil pembelajara
yang nantinya dapat diimplementasikan pada keberhasilan dalam proses
pembelajaran, sehingga tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai
dengan maksimal.
BAB II
TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR
Instrument tes tidak akan bermakna apabila hanya
sebagai alat evaluasi. Intrumen tes dapat memiliki makna apabila ada tidak
lanjut dari tes tersebut. Tindak lanjut yang dimaksud yaitu pemeriksaan hasil
tes itu. Tidak mudah bagi seorang Tester dalam menganalisis hasil tes, terdapat
teknik-teknik yang harus dipegang dan dijadikan dasar dalam pemeriksaan hasil
tes. Pada uraian makalah ini penulis membatasi teknik pemeriksaan tes menjadi
tiga jenis tes. Ketiga jenis tes tersebut yaitu tes tulis, tes lisan dan tes
keterampilan.
Berdasarkan hasil kerja peserta didik (testi), intrumen
tes dianalisis berdasarkan hasil jawaban dari masing-masing peserta tes. Benar
atau salahnya suatu soal yang telah dikerjakan oleh testi, itu tergantung pada
jawaban soal tersebut. Yang menjadi permasalahan disini bagaimana seorang
tester menyikapi hasil jawaban-jawaban para testi. Mulai dari pemberian skor
hingga nilai yang nantinya dijadikan sebagai hasil dari evaluasi pembelajaran.
Adapun teknik pemeriksaan hasil tes sebagai berikut :
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar
1.
Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Ciri dari tes tertulis yaitu testi menjawab tes
tersebut secara tertulis pada lembar pekerjaan atau lembar jawaban. Intrumen
tes disampaikan secara lisan atau tulisan tidak menjadi masalah. Tes tertulis
sangat bermanfaat untuk mengetahui kemahiran testi dalam teknik penulisan yang
benar, menyusun kalimat menurut kaidah bahasa yang baik dan benar secara
efisien, mengungkap buah pikiran melalui bahasa tulisan dengan kata-kata
sendiri.
Teknik yang digunakan dalam penilaian hasil tes
tertulis dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk tes subjektif dan tes
objektif yang ditungkan dalam Intrumen
Tes. Tes subjektif digunakan untuk mengukur kemampuan pribadi masing-masing
siswa. Tes yang digunakan dalam tes tertulis biasanya dilakukan dengan
menggunakan intrumen tes uraian.
a.
Pertanyaan bebas
Bentuk pertanyaan diarahkan pada pertanyaan bebas
dan jawaban testee tidak dibatasi, tergantung pada pandangan testee.
b.
Pertanyaan terbatas
Pertanyaan pada hal-hal tertentu atau ada pembatan
tertentu. Pembatasan dapat dilihat dari segi: [1] ruang lingkupnya, [2] sudut
pandang jawabannya, dan [3] indikatornya.
c.
Pertanyaan terstruktur
Merupakan bentuk antara soal-soal objektif dan uraian.
Soal dalam bentuk ini merupakan serangkaian jawaban singkat sekalipun bersifat
terbuka dan bebas jawabannya.
Untuk mengoreksi soal uraian merupakan hal yang sulit,
karena selain harus membaca satu persatu lembar jawaban, juga jawaban yang
panjang dan kadang berbelit-belit, juga tulisan yang sulit dibaca. Selain itu
juga subjektivitas guru sering berpengaruh dalam mengekoreksi uraian test.
Untuk itu, ada cara pemeriksaan sebagai berikut :
a. Usaha
membuat “kunci jawaban” soal.
b. Tentukan
masing-masing bobot soal atau gunakan sistem bobot
c. Ada dua langkah melakukan
koreksi :
1) Koreksi
semua jawaban satu persatu siswa dan diberi skor, atau
2)
Koreksi nomor per nomor, untuk semua siswa dan diberi
skor
Sedangkan dalan tes objektif, ini dapat dilakukan
dengan menggunakan intrumen tes berupa bentuk salah-benar, Pilihan Ganda
(multiple choise), hubungan antar hal, dan analisis (tinjauan) kasus. Ada pun teknik
pmeriksaannya tidak jauh berbeda dengan tes uraian.
2.
Teknik Pemeriksaan Dalam Rangka Menilai Hasil Tes Lisan
Ciri dari tes lisan yaitu jawaban yang diberikan oleh testi
dalam bentuk ungkapan lisan. Intrumen yang digunakan bisa saja disajikan dalam
bentuk tulisan bisa pula dalam bentuk lisan. Pada umumnya tes lisan berbentuk
Tanya jawab langsung secara lisan antara tester dengan testi. Tes lisan ini
sangat berguna bagi siswa untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat atau
buah pikirannya secara lisan dan mengembangkan kemampuan berbicara. Tes lisan
yang diberikan secara teratur akan membuat siswa percaya diri, berani dan mampu
berbicara di depan orang banyak, dan berlatih berpikir secara spontan.
Teknik yang digunakan dalan penilaian hasil tes lisan
yaitu dengan wawancara. Wawancara
merupakan teknik non tes secara lisan. Pertanyaan yang dituangkan umumnya
menyangkut segi-segi sikap dan kepribadian siswa dalam proses belajarnya.
Teknik ini dilakukan secara langsung dan dimaksudkan untuk memperoleh
bahan-bahan penilaian bagi siswa.
Dalam rangka kegiatan belajar-mengajar. Wawancara dapat
dibagi menjadi tiga macam diantaranya yaitu Wawancara Diagnostic, Wawancara
Survey, dan Wawancara Penyembuhan.
Wawancara
Diagnostic ditujukan untuk mencari data tentang letak, sifat, dan jenis
kesulitan belajar yang dialami siswa. Hal yang diwawancara dalam jenis ini
bukan hanya bakat dan kemampuan, juga tentang sikap, pendapat, dan pengalaman
pada diri siswa. Wawancara Survey
merupakan teknik pengumpulan data dari seorang siswa atau sekelompok siswa yang
dimaksudkan untuk memperoleh masukan tentang suatu hal, peristiwa, atau
pengalaman yang mungkin diketahui oleh siswa tersebut. Dengan melakukan
wawancara seperti ini, guru akan mengetahui tentang tanggapan dan keinginan
siswa serta masalah lain, baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Wawancara Penyembuhan dimaksudkan untuk
memberikan upaya bantuan kepada siswa sehingga siswa yang diwawancarai tidak
lagi mengalami kesulitan belajar.
Selain manfaat di atas, teknik wawancara dapat digunakan
dalam evaluasi pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang dibahas, selanjutnya
testi menjawab dengan lisan. Yang mana teknik ini digunakan sebagai pengganti
tes tulis (ulangan).
3.
Teknik Pemeriksaan Dalam Rangka Menilai Hasil Tes
Perbuatan
Ciri dari tes perbuatan yaitu menuntut testi untuk
melakukan perbuatan tertentu, tidak cukup dikatakan atau dituliskan untuk
menjawab tes tersebut. Tes perbuatan diberikan dalam bentuk tugas atau latihan
yang harus diselesaikan secara individu atau kelumpok.
Menurut pedoman, hasil karya siswa dapat berbentuk
tugas, projek dan atau produk, portofolio, atau bentuk lain, yang penilaiannya
dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri. Mencermati
ketentuan tersebut, maka penilaian karya perlu dilakukan secara terstruktur,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil karya tersebut.
Adapun beberapa cara penilaian dapat digunakan, seperti asesmen kinerja,
asesmen projek, dan asesmen portofolio.
a.
Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan
berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan
sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada
kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau
permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari
untuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses.
Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program
itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan
dari satu pencapaian program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja,
yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance
rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas
yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian
tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen
suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara
penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2)
analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi
terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian
skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
b.
Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti
karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan
pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi
sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan
ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen
portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya
ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna.
Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002)
menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental
portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio
disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan
yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak
dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat
dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya
terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya.
Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang
lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja
tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau
pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen
yang komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk
belajar, dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan pebelajar secara
individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan
asesmen yang sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu:
(1) sampel karya pebelajar, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang
jelas dan terbuka.
(1) Sampel Karya Pebelajar
Sampel karya pebelajar menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke
waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video,
laporan, problem matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut
disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi
pengajar, maupun preferensi pebelajar. Asesmen portoflolio menilai proses
maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun
asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi
penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang hanya menilai
hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian
proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan pebelajar
mencapai produk yang sebaik-baiknya.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh pebelajar, baik
yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry).
Sumber informasi dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif
diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf,
kinerja, dan lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan pebelajar sebagai
pebelajar. Catatan dan bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.
(2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
O’Malley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa
‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini disebabkan karena melalui
evaluasi diri pebelajar dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan
memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui
evaluasi diri pebelajar dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk
selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan
demikian pebelajar lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan
pencapaian tujuan belajarnya.
Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri
yang dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen
otentik yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena
melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai
(lihat lampiran: contoh implementasi asesmen portofolio).
(3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka
Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi
‘rahasia’ pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus
disosialisasikan kepada pebelajar secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini
mencakup prosedur dan standar penilaian. Para
ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan
bersama-sama dengan pebelajar, atau paling tidak diumumkan secara jelas. Rubrik
penilaian yang digunakan pengajar untuk menilai kinerja pebelajar.
B. Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil
Belajar
Sebelum kita membicarakan tentang pengertian skor, terlebih
dahulu akan dibahas mengenai bobot (Weght). Bobot adalah berupa bilangan yang
dikenakan terhadap setiap butir soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha
siswa (testi) dalam menyelesaikan soal itu. Bobot untuk setiap butir soal
disebut skor untuk butir-butir soal tersebut. Skor untuk keseluruhan butir soal
dari suatu perangkat tes yang diperoleh seorang testi disebut skor tes dari
testi tersebut. Skor ini disebut Skor
Aktual, artinya skor kenyataan (empirik) yang diperoleh siswa.
Dengan konsep skor dan bobot di atas, maka penulis
menfokuskan pada bagaimana setiap jenis tes diberi skor yang mana dari
masing-masing item soal memiliki bobot tersendiri. Ada pun untuk jenis soal uraian maupun
objektif pemberian skor hasil tes hasil belajar, sebagai berikut :
1.
Pemberian Skor Pada Tes Uraian
Tes uraian diberikan agar siswa dituntut untuk menyusun
jawaban secara terurai. Jawaban tidak cukup hanya dengan satu atau dua kata
saja, tetapi memerlukan uraian yang lengkap dan jelas. Selain harus menguasai
materi tes, siswa dituntut untuk bisa mengungkapkan dalam bahasa tulisan dengan
baik.
Soal–soal bentuk uraian amat baik untuk menarik
hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap dalam
struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkanya.
Pemberian skor dengan menggunakan skala bebas,
tergantung besarnya bobot butir soal. Hal ini seperti diungkapkan oleh Arikunto
(1986: 45) bahwa, dalam penentuan skor tertinggi untuk tes uraian bebas
menggunakan skala tidak tetap, dan angka tertinggi dari skala yang digunakan
tidak selalu sama. Pemberian skor total setiap butir tergantung banyaknya
langkah kesukaran dalam penyelesaian soal tersebut. Untuk keperluan penskoran
disusun pedoman penskoran.
Skoring bisa digunakan dalam berbagai bentuk, misalnya
sakala 1-4 atau 1-10, bahkan bisa juga skala 1-100. Namun, yang paling umun
digunakan adalah 1-10. Dengan demikian, guru tidak memberi angka nol terhadap jawaban
yang salah. Gunakan sistem bobot dalam memberikan nilai terhadap jawaban untuk
setiap nomor. Bobot nilai bisa menggunakan skala 1-10 misalnya untuk soal
kategori mudah diberi bobot dua, soal kategori cukup diberi bobot tiga, dan
soal kategori sulit diberi bobot lima
sehinggan jumlah bobot itu 10. Contoh : diberikan 5 soal uraian. Nomor 1 soal
kategori mudah, nomor 2,3 dan 4 soal kategori sedang dan 5 soal kategori sulit.
Misalkan hasil pemeriksaan jawaban siswa diperoleh data sebagai berikut :
Ali memperoleh skor sebagai berikut :
NOMOR SOAL
|
NILAI YANG DIPEROLEH
|
BOBOT NILAI
|
TOTAL NILAI
|
1
|
4
|
2
|
8
|
2
|
3
|
3
|
9
|
3
|
3
|
3
|
9
|
4
|
4
|
3
|
12
|
5
|
2
|
5
|
10
|
Jumlah : 16
|
Jumlah : 48
|
Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 16/5 = 3,2.
Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 48/16 = 3,0. Rendahnya nilai Ali setelah
dibobot karena jawaban Ali terhadap soal nomor 5 yang termasuk soal sulit
adalah rendah. Ali hanya menjawab benar pada soal yang termasuk mudah.
2.
Pemberian Skor Pada Tes Objektif
Dalam pengetian ini, istilah objektif adalah tidak
adanya factor lain yang mempengaruhi proses pemeriksaan pekerjaan testi dan
penentuan skor/nilai akhir yang diberikan oleh tester. Jadi benar-benar murni
hasil pekerjaan siswa.
Istilah lain dari tes tipe objektif ini adalah tes
dengan jawaban singkat (short answer test). Dinamakan demikian karena tes ini
hanya memerlukan jawaban pendek, singkat tetapi tepat. Siswa yang diuji (testi)
tidak perlu menjawab secara terurai, namun cukup hanya dengan kata-kata
seperlunya, bahkan bisa cukup hanya dengan memberikan tanda silang (X) atau
tanda cek (v) saja pada jawaban yang paling tepat yang telah tersedia.
Menurut bentuknya tes tipe objektif terdiri dari 4 macan, yaitu :
1.
Bentuk Benar-Salah (True - False)
Tes Bentuk Benar-Salah (B-S) soalnya disajikan dalam
bentuk pernyataan (stem). Pernyataan tersebut mengandung nilai kebenaran benar
(B) atau salah (S)., tetapi tidak mungkin keduanya sekaligus. Testi harus
menentukan nilai kebenaran pernyataan-pernyataan itu dengan memilih hurup B
jika pernyataan tersebut benar atau S jika salah.
Dalam menyususn soal bentuk B-S, hendaknya jangan
terpola. Misalnya selang satu nilainya berganti-ganti benar kemudian salah atau
nomor-nomor awal bernilai benar kemudian nomor-nomor berikutnya salah. Setiap
item (butir soal) harus dapat dipastikan nilai kebenarannya.
2.
Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choise)
Struktur dari soal pilihan ganda (multiple choise)
terdiri dari dua bagian yaitu pertama,
pokok soal yakni stem yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan. Kedua, sejumlah pilihan atau kemungkinan
jawaban (option).
Dari sejumlah pilihan jawaban yang disediakan, hanya
ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar, yang disebut kunci jawaban,
sedangkan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang lain disebut pengecoh
(distraction). Tugas testi (murid, siswa, peserta tes) adalah memilih salah
satu diantara jawaban yang tersedia, yang benar atau yang paling benar.
3.
Bentuk soal Hubungan antar Hal
Soal jenis ini terdiri atas dua buah pernyataan yang
dihubungkan dengan kata “Sebab”. Kedua peryataan ini dapat benar atau salah,
atau dapat juga pernytaan yang satu benar sedangkan yang lainya salah. Apabila
kedua pernyataan itu benar, yang perlu diperhatikan ialah apakan kedua
pernytaan itu mempunyai hubungan sebab akibat atau tidak.
Kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan pernyataan
adalah kalimat tertutup yang dapat ditentukan nilai kebenarannya. Seringkali
terjadi kekeliruan dalam pembuatan soal ragam pilihan ganda macam ini adalah
salah satu atau dua stem dalam soal yang disajikan bukan pernytaan, sehingga
tidak bisa dijawab.
4.
Bentuk Analisis (tinjauan) Kasus
Soal dalam ragam ini merupakan suatu uraian yang memuat
satu atau beberapa kasus, siswa (testi) ditugaskan untuk merinci kasus-kasus
yang terkandung dalam soal tersebut. Kasus-kasus yang relevan telah diuraikan dalam
bentuk option, testi tinggal memilihnya untuk kasus yang benar. Biasanya uraian
tersebut merupakan simulasi keadaan nyata, sehingga testi seakan-akan
menghadapi keadaan sebenarnya.
Dilihat dari pengertian di atas, tampak bahwa ragam
soal ini seperti pilihan ganda biasa tetapi mengandung permasalahan yang lebih
kompleks.
Dalam pemberian skor tes objektif di atas tidak jauh
berbeda. Untuk setiap item soal apabila jawaban itu benar maka di beri skor 1,
sedangkan ketika testi menjawab salah maka diberi skor 0. setelah pemberian
skor selesai, maka jumlahkan seluruh pencapaian hasil tes siswa (testi),
sehingga akan di dapat sebuah nilai (kuantitaf) sebagai tolak ukur evaluasi
pembelajaran.
BAB III
KESIMPULAN
Tes adalah alat pengumpul informasi tentang hasil
belajar. Alat tes tersebut berupa pertanyaan atau kumpulan pertanyaan atau
perintah yang biasanya dimulai dengan kata apa, berapa, mengapa, tunjukan,
buktikan, cari, tentukan, hitung, selesaikan, sederhanakan, jabarkan, lukiskan,
gambarkan, dan sebagainya.
Tes dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Ketiga jenis itu yaitu tes tulis,
tes lisan dan tes keterampilan. Ketiga tes ini akan bernilai sebagai alat
evaluasi apabila tes tersebut dilakukan teknik pemeriksaan. Dengan teknik
pemeriksaan tersebut, dapat dilakukan penskoran dari masing-masing item soal
sehingga akan didapat data kuantitatif sebagai hasil dari penilaian testi.
Teknik pemberian skor tergantung pada jenis tes. Untuk
tes uraian, dapat dilakukan penskoran dengan skala bebas tergantuk pada waktu
dan tingkat kesulitan soal (instrument tes) yang disajikan. Lain halnya dengan
tes objektif, teknik pemberian skor dapat dilakukan dari hasil jawaban siswa
(testi). Apabila jawaban itu benar maka akan bernilai 1 dan apabila jawaban itu
salah maka diberi skor 0. setelah penskoran dilakukan tester dapat menlajutkan
ketingkat penilaian, sehingga dapat diperoleh nilai dari hasil evaluasi
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anas
Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada.
M.
Ngalim Purwanto. 1991. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung
: Remaja Rosdakarya.
Nana
Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
-----------------.
1992. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Nana
Sudjana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung: Sinar
Baru.
Nasrun
Harahap, dkk.. 1982. Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta : Bulan Bintang
Suharsimi
Arikunto. 1986. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara.
Suke
Silverius. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta
: Gramedia Widiasarana Indonesia.
babgus nih ada daftar pustakanya.
ReplyDelete====
Analisis Data Lapangan PTK dan Gratis Konsultasi Judul PTK melalui WhatsApp.