Tuesday, February 3, 2015

TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR


Istilah tes berasal dari kata “testum” yang diambil dari bahasa perancis kuno yang berarti piring yang digunakan untuk memisahkan (mendulang) logam mulia dari pasir dan tanah. Ada beberapa pengertian tes yang dikemukakan pakar pendidikan. Indrakusuma (1975:27) menyatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematik dan obyektif untuk memperoleh data atau keterangan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Sedangkan Muchtar Buchori (1967) menyatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang atau kelompok siswa. Aderson (1976:425) menyebutkan bahwa tes adalah evaluasi menyeluruh terhadap seseorang atau kelompok.

Pengertian lain yang dengan kata “tes” adalah testing, yaitu saat pelaksanaan tes dilakukan atau pelaksanaan tes. Testi (testi) atau tercoba yaitu respoden (orang) yang mengerjakan atau menjawab tes tersebut, disebut juga peserta tes. Sedangkan terter atau penguji adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan tes tersebut. Orang ini bisa menjadi pembuat alat tes, pelaksana tes, atau pemeriksa dan pengolah data hasil tes.
Teknik tes atau cara melaksanakan tes dapat digolongkan ke dalam 3 cara, yaitu tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Ketiga macam teknik tes tersebut perbedaanya dititik beratkan pada segi cara menjawabnya, bukan dari cara menyajikan atau memberikan tes itu. Jadi orientasinya adalah test, bukan instrument test atau tester.
Dari kontek pemahaman di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang pendidik harus dapat menguasai teknik pemeriksaan hasil tes dan teknik pemberian skor dari tes tersebut. Ini dimaknai bahwa dengan mengolah data kuantitatif dari proses pembelajaran dapat menentukan hasil pembelajara yang nantinya dapat diimplementasikan pada keberhasilan dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal.




BAB II
TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR

Instrument tes tidak akan bermakna apabila hanya sebagai alat evaluasi. Intrumen tes dapat memiliki makna apabila ada tidak lanjut dari tes tersebut. Tindak lanjut yang dimaksud yaitu pemeriksaan hasil tes itu. Tidak mudah bagi seorang Tester dalam menganalisis hasil tes, terdapat teknik-teknik yang harus dipegang dan dijadikan dasar dalam pemeriksaan hasil tes. Pada uraian makalah ini penulis membatasi teknik pemeriksaan tes menjadi tiga jenis tes. Ketiga jenis tes tersebut yaitu tes tulis, tes lisan dan tes keterampilan.
Berdasarkan hasil kerja peserta didik (testi), intrumen tes dianalisis berdasarkan hasil jawaban dari masing-masing peserta tes. Benar atau salahnya suatu soal yang telah dikerjakan oleh testi, itu tergantung pada jawaban soal tersebut. Yang menjadi permasalahan disini bagaimana seorang tester menyikapi hasil jawaban-jawaban para testi. Mulai dari pemberian skor hingga nilai yang nantinya dijadikan sebagai hasil dari evaluasi pembelajaran. Adapun teknik pemeriksaan hasil tes sebagai berikut :
A.    Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar
1.      Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Ciri dari tes tertulis yaitu testi menjawab tes tersebut secara tertulis pada lembar pekerjaan atau lembar jawaban. Intrumen tes disampaikan secara lisan atau tulisan tidak menjadi masalah. Tes tertulis sangat bermanfaat untuk mengetahui kemahiran testi dalam teknik penulisan yang benar, menyusun kalimat menurut kaidah bahasa yang baik dan benar secara efisien, mengungkap buah pikiran melalui bahasa tulisan dengan kata-kata sendiri.
Teknik yang digunakan dalam penilaian hasil tes tertulis dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk tes subjektif dan tes objektif yang ditungkan dalam Intrumen Tes. Tes subjektif digunakan untuk mengukur kemampuan pribadi masing-masing siswa. Tes yang digunakan dalam tes tertulis biasanya dilakukan dengan menggunakan intrumen tes uraian.
a.       Pertanyaan bebas
Bentuk pertanyaan diarahkan pada pertanyaan bebas dan jawaban testee tidak dibatasi, tergantung pada pandangan testee.
b.      Pertanyaan terbatas
Pertanyaan pada hal-hal tertentu atau ada pembatan tertentu. Pembatasan dapat dilihat dari segi: [1] ruang lingkupnya, [2] sudut pandang jawabannya, dan [3] indikatornya.
c.       Pertanyaan terstruktur
Merupakan bentuk antara soal-soal objektif dan uraian. Soal dalam bentuk ini merupakan serangkaian jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas jawabannya.
Untuk mengoreksi soal uraian merupakan hal yang sulit, karena selain harus membaca satu persatu lembar jawaban, juga jawaban yang panjang dan kadang berbelit-belit, juga tulisan yang sulit dibaca. Selain itu juga subjektivitas guru sering berpengaruh dalam mengekoreksi uraian test. Untuk itu, ada cara pemeriksaan sebagai berikut :
a.       Usaha membuat “kunci jawaban” soal.
b.      Tentukan masing-masing bobot soal atau gunakan sistem bobot
c.       Ada dua langkah melakukan koreksi :
1)      Koreksi semua jawaban satu persatu siswa dan diberi skor, atau
2)      Koreksi nomor per nomor, untuk semua siswa dan diberi skor
Sedangkan dalan tes objektif, ini dapat dilakukan dengan menggunakan intrumen tes berupa bentuk salah-benar, Pilihan Ganda (multiple choise), hubungan antar hal, dan analisis (tinjauan) kasus. Ada pun teknik pmeriksaannya tidak jauh berbeda dengan tes uraian.
2.      Teknik Pemeriksaan Dalam Rangka Menilai Hasil Tes Lisan
Ciri dari tes lisan yaitu jawaban yang diberikan oleh testi dalam bentuk ungkapan lisan. Intrumen yang digunakan bisa saja disajikan dalam bentuk tulisan bisa pula dalam bentuk lisan. Pada umumnya tes lisan berbentuk Tanya jawab langsung secara lisan antara tester dengan testi. Tes lisan ini sangat berguna bagi siswa untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat atau buah pikirannya secara lisan dan mengembangkan kemampuan berbicara. Tes lisan yang diberikan secara teratur akan membuat siswa percaya diri, berani dan mampu berbicara di depan orang banyak, dan berlatih berpikir secara spontan.
Teknik yang digunakan dalan penilaian hasil tes lisan yaitu dengan wawancara. Wawancara merupakan teknik non tes secara lisan. Pertanyaan yang dituangkan umumnya menyangkut segi-segi sikap dan kepribadian siswa dalam proses belajarnya. Teknik ini dilakukan secara langsung dan dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan penilaian bagi siswa.
Dalam rangka kegiatan belajar-mengajar. Wawancara dapat dibagi menjadi tiga macam diantaranya yaitu Wawancara Diagnostic, Wawancara Survey, dan Wawancara Penyembuhan.
Wawancara Diagnostic ditujukan untuk mencari data tentang letak, sifat, dan jenis kesulitan belajar yang dialami siswa. Hal yang diwawancara dalam jenis ini bukan hanya bakat dan kemampuan, juga tentang sikap, pendapat, dan pengalaman pada diri siswa. Wawancara Survey merupakan teknik pengumpulan data dari seorang siswa atau sekelompok siswa yang dimaksudkan untuk memperoleh masukan tentang suatu hal, peristiwa, atau pengalaman yang mungkin diketahui oleh siswa tersebut. Dengan melakukan wawancara seperti ini, guru akan mengetahui tentang tanggapan dan keinginan siswa serta masalah lain, baik yang bersifat akademik maupun non akademik. Wawancara Penyembuhan dimaksudkan untuk memberikan upaya bantuan kepada siswa sehingga siswa yang diwawancarai tidak lagi mengalami kesulitan belajar.
Selain manfaat di atas, teknik wawancara dapat digunakan dalam evaluasi pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang dibahas, selanjutnya testi menjawab dengan lisan. Yang mana teknik ini digunakan sebagai pengganti tes tulis (ulangan).
3.      Teknik Pemeriksaan Dalam Rangka Menilai Hasil Tes Perbuatan
Ciri dari tes perbuatan yaitu menuntut testi untuk melakukan perbuatan tertentu, tidak cukup dikatakan atau dituliskan untuk menjawab tes tersebut. Tes perbuatan diberikan dalam bentuk tugas atau latihan yang harus diselesaikan secara individu atau kelumpok.
Menurut pedoman, hasil karya siswa dapat berbentuk tugas, projek dan atau produk, portofolio, atau bentuk lain, yang penilaiannya dilakukan di ruang guru atau ruang lain dengan jadwal tersendiri. Mencermati ketentuan tersebut, maka penilaian karya perlu dilakukan secara terstruktur, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil karya tersebut. Adapun beberapa cara penilaian dapat digunakan, seperti asesmen kinerja, asesmen projek, dan asesmen portofolio.
a.       Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari untuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
b.      Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan pebelajar secara individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya pebelajar, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
(1) Sampel Karya Pebelajar
Sampel karya pebelajar menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem matematika, maupun eksperimen.  Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi pebelajar. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan pebelajar mencapai produk yang sebaik-baiknya.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh pebelajar, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry). Sumber informasi dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan pebelajar sebagai pebelajar. Catatan dan bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.
(2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
O’Malley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa ‘self-assessment is the key to portfolio’. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri pebelajar dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri pebelajar dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian pebelajar lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan belajarnya.
Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai (lihat lampiran: contoh implementasi asesmen portofolio).   
(3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka
Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi ‘rahasia’ pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada pebelajar secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama dengan pebelajar, atau paling tidak diumumkan secara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan pengajar untuk menilai kinerja pebelajar.
B.     Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar
Sebelum kita membicarakan tentang pengertian skor, terlebih dahulu akan dibahas mengenai bobot (Weght). Bobot adalah berupa bilangan yang dikenakan terhadap setiap butir soal yang nilainya ditentukan berdasarkan usaha siswa (testi) dalam menyelesaikan soal itu. Bobot untuk setiap butir soal disebut skor untuk butir-butir soal tersebut. Skor untuk keseluruhan butir soal dari suatu perangkat tes yang diperoleh seorang testi disebut skor tes dari testi tersebut. Skor ini disebut Skor Aktual, artinya skor kenyataan (empirik) yang diperoleh siswa.
Dengan konsep skor dan bobot di atas, maka penulis menfokuskan pada bagaimana setiap jenis tes diberi skor yang mana dari masing-masing item soal memiliki bobot tersendiri. Ada pun untuk jenis soal uraian maupun objektif pemberian skor hasil tes hasil belajar, sebagai berikut :
1.      Pemberian Skor Pada Tes Uraian
Tes uraian diberikan agar siswa dituntut untuk menyusun jawaban secara terurai. Jawaban tidak cukup hanya dengan satu atau dua kata saja, tetapi memerlukan uraian yang lengkap dan jelas. Selain harus menguasai materi tes, siswa dituntut untuk bisa mengungkapkan dalam bahasa tulisan dengan baik.
Soal–soal bentuk uraian amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkanya.
Pemberian skor dengan menggunakan skala bebas, tergantung besarnya bobot butir soal. Hal ini seperti diungkapkan oleh Arikunto (1986: 45) bahwa, dalam penentuan skor tertinggi untuk tes uraian bebas menggunakan skala tidak tetap, dan angka tertinggi dari skala yang digunakan tidak selalu sama. Pemberian skor total setiap butir tergantung banyaknya langkah kesukaran dalam penyelesaian soal tersebut. Untuk keperluan penskoran disusun pedoman penskoran.
Skoring bisa digunakan dalam berbagai bentuk, misalnya sakala 1-4 atau 1-10, bahkan bisa juga skala 1-100. Namun, yang paling umun digunakan adalah 1-10. Dengan demikian, guru tidak memberi angka nol terhadap jawaban yang salah. Gunakan sistem bobot dalam memberikan nilai terhadap jawaban untuk setiap nomor. Bobot nilai bisa menggunakan skala 1-10 misalnya untuk soal kategori mudah diberi bobot dua, soal kategori cukup diberi bobot tiga, dan soal kategori sulit diberi bobot lima sehinggan jumlah bobot itu 10. Contoh : diberikan 5 soal uraian. Nomor 1 soal kategori mudah, nomor 2,3 dan 4 soal kategori sedang dan 5 soal kategori sulit. Misalkan hasil pemeriksaan jawaban siswa diperoleh data sebagai berikut :
Ali memperoleh skor sebagai berikut :
NOMOR SOAL
NILAI YANG DIPEROLEH
BOBOT NILAI
TOTAL NILAI
1
4
2
8
2
3
3
9
3
3
3
9
4
4
3
12
5
2
5
10

Jumlah :   16

Jumlah :  48
Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 16/5 = 3,2. Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 48/16 = 3,0. Rendahnya nilai Ali setelah dibobot karena jawaban Ali terhadap soal nomor 5 yang termasuk soal sulit adalah rendah. Ali hanya menjawab benar pada soal yang termasuk mudah.
2.      Pemberian Skor Pada Tes Objektif
Dalam pengetian ini, istilah objektif adalah tidak adanya factor lain yang mempengaruhi proses pemeriksaan pekerjaan testi dan penentuan skor/nilai akhir yang diberikan oleh tester. Jadi benar-benar murni hasil pekerjaan siswa.
Istilah lain dari tes tipe objektif ini adalah tes dengan jawaban singkat (short answer test). Dinamakan demikian karena tes ini hanya memerlukan jawaban pendek, singkat tetapi tepat. Siswa yang diuji (testi) tidak perlu menjawab secara terurai, namun cukup hanya dengan kata-kata seperlunya, bahkan bisa cukup hanya dengan memberikan tanda silang (X) atau tanda cek (v) saja pada jawaban yang paling tepat yang telah tersedia.
Menurut bentuknya tes tipe objektif terdiri dari 4 macan, yaitu :
1.      Bentuk Benar-Salah (True - False)
Tes Bentuk Benar-Salah (B-S) soalnya disajikan dalam bentuk pernyataan (stem). Pernyataan tersebut mengandung nilai kebenaran benar (B) atau salah (S)., tetapi tidak mungkin keduanya sekaligus. Testi harus menentukan nilai kebenaran pernyataan-pernyataan itu dengan memilih hurup B jika pernyataan tersebut benar atau S jika salah.
Dalam menyususn soal bentuk B-S, hendaknya jangan terpola. Misalnya selang satu nilainya berganti-ganti benar kemudian salah atau nomor-nomor awal bernilai benar kemudian nomor-nomor berikutnya salah. Setiap item (butir soal) harus dapat dipastikan nilai kebenarannya.
2.      Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choise)
Struktur dari soal pilihan ganda (multiple choise) terdiri dari dua bagian yaitu pertama, pokok soal yakni stem yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan. Kedua, sejumlah pilihan atau kemungkinan jawaban (option).
Dari sejumlah pilihan jawaban yang disediakan, hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar, yang disebut kunci jawaban, sedangkan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang lain disebut pengecoh (distraction). Tugas testi (murid, siswa, peserta tes) adalah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia, yang benar atau yang paling benar.
3.      Bentuk soal Hubungan antar Hal
Soal jenis ini terdiri atas dua buah pernyataan yang dihubungkan dengan kata “Sebab”. Kedua peryataan ini dapat benar atau salah, atau dapat juga pernytaan yang satu benar sedangkan yang lainya salah. Apabila kedua pernyataan itu benar, yang perlu diperhatikan ialah apakan kedua pernytaan itu mempunyai hubungan sebab akibat atau tidak.
Kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan pernyataan adalah kalimat tertutup yang dapat ditentukan nilai kebenarannya. Seringkali terjadi kekeliruan dalam pembuatan soal ragam pilihan ganda macam ini adalah salah satu atau dua stem dalam soal yang disajikan bukan pernytaan, sehingga tidak bisa dijawab.
4.      Bentuk Analisis (tinjauan) Kasus
Soal dalam ragam ini merupakan suatu uraian yang memuat satu atau beberapa kasus, siswa (testi) ditugaskan untuk merinci kasus-kasus yang terkandung dalam soal tersebut. Kasus-kasus yang relevan telah diuraikan dalam bentuk option, testi tinggal memilihnya untuk kasus yang benar. Biasanya uraian tersebut merupakan simulasi keadaan nyata, sehingga testi seakan-akan menghadapi keadaan sebenarnya.
Dilihat dari pengertian di atas, tampak bahwa ragam soal ini seperti pilihan ganda biasa tetapi mengandung permasalahan yang lebih kompleks.
Dalam pemberian skor tes objektif di atas tidak jauh berbeda. Untuk setiap item soal apabila jawaban itu benar maka di beri skor 1, sedangkan ketika testi menjawab salah maka diberi skor 0. setelah pemberian skor selesai, maka jumlahkan seluruh pencapaian hasil tes siswa (testi), sehingga akan di dapat sebuah nilai (kuantitaf) sebagai tolak ukur evaluasi pembelajaran.























BAB III
KESIMPULAN

Tes adalah alat pengumpul informasi tentang hasil belajar. Alat tes tersebut berupa pertanyaan atau kumpulan pertanyaan atau perintah yang biasanya dimulai dengan kata apa, berapa, mengapa, tunjukan, buktikan, cari, tentukan, hitung, selesaikan, sederhanakan, jabarkan, lukiskan, gambarkan, dan sebagainya.
Tes dapat dibedakan menjadi  tiga jenis. Ketiga jenis itu yaitu tes tulis, tes lisan dan tes keterampilan. Ketiga tes ini akan bernilai sebagai alat evaluasi apabila tes tersebut dilakukan teknik pemeriksaan. Dengan teknik pemeriksaan tersebut, dapat dilakukan penskoran dari masing-masing item soal sehingga akan didapat data kuantitatif sebagai hasil dari penilaian testi.
Teknik pemberian skor tergantung pada jenis tes. Untuk tes uraian, dapat dilakukan penskoran dengan skala bebas tergantuk pada waktu dan tingkat kesulitan soal (instrument tes) yang disajikan. Lain halnya dengan tes objektif, teknik pemberian skor dapat dilakukan dari hasil jawaban siswa (testi). Apabila jawaban itu benar maka akan bernilai 1 dan apabila jawaban itu salah maka diberi skor 0. setelah penskoran dilakukan tester dapat menlajutkan ketingkat penilaian, sehingga dapat diperoleh nilai dari hasil evaluasi pembelajaran.















DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada.

M. Ngalim Purwanto. 1991. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

-----------------. 1992.  Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nana Sudjana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Nasrun Harahap, dkk.. 1982. Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta : Bulan Bintang

Suharsimi Arikunto. 1986. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara.

Suke Silverius. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

1 comment: