Monday, February 2, 2015

ANALISIS KECERDASAN LOGIS MATEMATIS DAN KECERDASAN LINGUISTIK SISWA BERDASARKAN JENIS KELAMIN


Konsep Multiple Intelligences ditarik dalam ranah pendidikan. Paradigma pendidikan mengalami banyak koreksi. Hampir mayoritas pendidikan di sekolah cenderung kurang menghargai seluruh potensi para peserta didik. Konsep Multiple Intelligences yang menitikberatkan pada ranah keunikan selalu menemukan kelebihan peserta didik. Pembelajaran di sekolah hanya melihat dari kecerdasan intelektualnya. Kecerdasan tersebut, dikenal dengan kecerdasan rasional dengan melakukan tes IQ. Kecerdasan intelektual cenderung menggunakan kemampuan logis matematis dan linguistik. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dan perempuan. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan jenis masalah yang dikaji yaitu  komparatif terhadap kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa uji hipotesis dengan α = 0,05 diperoleh bahwa nilai thitung sebesar 1,447 dan nilai ttabel dengan taraf signifikan 5% sebesar 2,024. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung  < ttabel  maka berdasarkan kriteria uji-t dua sampel H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan kecerdasan logis matematis siswa laki-laki dengan perempuan. Dan untuk kecerdasan linguistiknya diperoleh bahwa nilai thitung sebesar 0,826 dan nilai ttabel dengan taraf signifikan 5% sebesar 2,024 hal ini menunjukkan bahwa t-hitung  < ttabel. Jadi, tidak ada perbedaan yang signifikan kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan.
 
Kata Kunci. kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik

1.     Pendahuluan
Kecerdasan yang dimiliki peserta didik merupakan salah satu anugrah besar dari Allah SWT yang menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berpikir dan belajar secara terus menerus.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, orang tidak hanya berbicara tentang kecerdasan umum, kecerdasan intelektual (IQ) saja, melainkan juga kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Setiap kecerdasan ini mempunyai wilayahnya sendiri-sendiri diotak. Gardner (2013) menyatakan bahwa otak manusia setidaknya menyimpan sembilan jenis kecerdasan yang disepakati, sedangkan selebihnya masih misteri, yaitu terdiri dari kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensialis. Dari sembilan kecerdasan tersebut Gardner menyebutnya sebagai kecerdsan majemuk (Multiple Intelligences).
Pengertian dari sembilan kecerdasan di atas menurut Iskandar (2012:54-56) adalah sebagai berikut: kecerdasan linguistik memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Kecerdasan logis matematis memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kecerdasan spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Kecerdasan musik memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara non verbal yang berada disekelilingnya. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Kecerdasan naturalis merupakan kemampuan seseoarang siswa (peserta didik), guru (pendidik) untuk peka terhadap lingkungan alam.   
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimilki oleh individu. Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara laki-laki dan perempuan dalam hal motivasi, hasil, dan prestasi belajar terutama di bidang matematika. Sudah sejak lama pula cara berpikir laki-laki dan perempuan dianggap berbeda, selama ini laki-laki lebih dicirikan dengan cara berpikir yang logis sedangkan perempuan dengan cara pikir yang lebih melibatkan emosi (Rafianti, 2010:5).
Menurut Gardner dalam praktinya menunjukkan bahwa anak laki-laki mempunyai kemampuan tinggi untuk melakukan percobaan dan secara konstan merumuskan dan menguji hipotesis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dunia sekitarnya. Pada aktifitas persepsi musik, misalnya, ada anak laki-laki yang tertarik pada bagaimana bel logam dapat menghasilkan suara berbeda. Untuk mengungkapkan fenomena ini, dia meneliti perbedaan dalam getaran belnya setelah memukulnya dengan pemukul kayu (Gardner, 2013:159-160).
Dari peristiwa diatas yang diperkuat oleh Eisen Berg, Martin dan Fabes dalam Santrock mengatakan bahwa, ada temuan yang beragam dalam soal kemampuan matematika. Dalam beberapa analisis anak laki-laki lebih bagus dalam matematika dan ini telah lama menjadi perhatian. Namun, secara keseluruhan perbedaan gender dalam soal keahlian matematika ini cenderung kecil. Pernyataan seperti “ laki-laki unggul dibanding perempuan dalam bidang matematika” seharusnya tidak dipahami sebagai klaim bahwa semua laki-laki lebih unggul diatas perempuan dalam bidang matematika (Santrock : 188).
Ada ulasan dari Maccoby dan Jacklin dalam Santrock terhadap perbedaan dan persamaan gender yang dilakukan pada era 1970an menunjukkan bahwa anak perempuan punya kemampuan verbal yang lebih baik dibanding anak laki-laki. Akan tetapi, analisis yang lebih baru menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam keahlian verbal (Santrock : 188).
Ahli antropologi Margaret Mead dalam Armstrong yang dikutip oleh Isna Rafianti juga menyatakan bahwa kaum perempuan mengalahkan kaum laki-laki dalam perilaku linguistik (Rafianti, 2010: 3).
Kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik adalah kecerdasan yang menjamin keberhasilan dalam tes-tes IQ dan SAT (Student Aptitude Test = Tes Bakat Kecerdasan Siswa) karena mereka adalah kecerdasan yang menjadi sasaran tes ketika pertama kali tes-tes itu dirancang. Selain itu, menurut Gardner (2013:71) tes IQ juga mengukur ketrampilan yang berharga dalam prestasi tugas yang berkaitan dengan sekolah, semuanya menyediakan perkiraan yang dapat diandalkan mengenai sukses atau gagal di sekolah.
Sedangkan Matematika itu sendiri, berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara heararkis dan penalarannya deduktif. Oleh karena itu, dalam belajar matematika akan menjumpai ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hearkis dan saling berhubungan, dimana konsep sebelumnya menjadi prasyarat agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya. Jadi, pemahaman akan konsep didalam pembelajaran matematika sangat diperlukan.
Belajar matematika akan efektif jika pembelajaran matematika yang diberikan memperhatikan dan sesuai dengan kesiapan kecerdasan siswa. Dengan belajar matematika dapat melatih otak seseorang untuk berfikir dan bernalar, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kecerdasan. Jenis kecerdasan yang dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempenagruhi keberhasilan siswa dalam belajar.
Kecerdasan logis-matematis (logika matematika) juga terkait erat dengan kecerdasan linguistik, terutama dalam kaitananya dengan penjabaran alasan-alasan logis matematis (logika matematika). Gardner menjelaskan bahwa Seseorang dengan kecerdasan logis-matematis (logika matematika) menonjol, dapat mengkonstruksikan sebuah solusi sebelum hal itu diartikulasikan. Gardner mengkategorikan kecerdasan logika-matematika seseorang kerapkali tak hanya mengandalkan keterampilan seseorang menganalisis, melainkan juga sebuah kemampuan intuitif menuju sebuah jawaban atau solusi (Gardner: 1993:34).
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk  mengetahui bagaimana tingkat kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan.

2.     Kajian Pustaka  
2.1.    Perbedaan Otak laki-laki dan Perempuan
Perbedaan otak laki-laki dan perempuan muncul karena hormon yang mempengaruhinya berbeda, jadi ini terjadi karena pengaruh fisiologis. Selain lebih besar, otak anak laki-laki berkembang lebih cepat daripada otak anak perempuan. Walaupun demikian, ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan tidak hanya terletak pada perbedaan fisik dan fungsi reproduksi. Hal ini dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial dan pengalaman pribadi masing-masing.
Menurut Nurhidayat dalam Isna Rafianti ada beberapa perbedaan pada laki-laki dan perempuan yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dalam hal kemampuan otak
Perempuan
Laki-laki
Perempuan diberi kemampuan sensori yang lebih peka daripada laki-laki. Sebagai calon ibu, perempuan tentunya memerlukan keterampilan untuk menangkap perubahan suasana hati dan sikap paling halus dari orang lain.
Laki-laki tidak cukup lama berada di rumah, laki-laki kurang memiliki waktu untuk belajar membaca tanda-tanda nonverbal atau cara berkomunikasi interpersonal.
Perempuan memiliki sudut pandang lebih luas dari laki-laki. Sehingga bisa lebih detail dalam melukiskan warna.
Laki-laki bisa melihat dengan lebih jelas dan akurat objek yang berada tepat didepannya.

Hormon estrogen memungkinkan perempuan mengidentifikasi pasangan benda, dan mengingat tempat benda-benda dalam pola yang kompleks.
Pandangan laki-laki terkonfigurasi untuk jarak jauh, sehingga mereka kesulitan untuk menemukan barang-barang yang dekat dengannya.
Perempuan lebih unggul dalam menyatukan dan menerjemahkan sinyal verbal, visual dan lain-lain
Laki-laki tidak memiliki kepekaan untuk mengenali ketidakselarasan antara sinyal verbal dan nonverbal.
Perempuan lebih peka dalam membedakan perubahan nada, volume, dan tekanan suara. Definisi dan makna kata menjadi kurang penting, karena perempuan lebih mengutamakan intonasi suara untuk mendapatkan makna kata dan bahasa tubuh untuk mengenali muatan emosional.
Ketika berbicara laki-laki lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat pendek dan labih terstruktur daripada perempuan. Pada umumnya laki-laki menyampaikan kalimat awal yang sederhana, dengan tujuan yang jelas dan diakhiri dengan kesimpulan. Sehingga laki-laki menjadi lebih tegas darapada perempuan.
Cara perempuan untuk melepaskan persoalan dari pikirannya adalah dengan cara membicarakan persoalan itu
Kemampuan laki-laki dalam melihat lebih efektif daripada mendengar.
     (sumber: Rafianti, 2010)

Dari perbedaan-perbedaan yang telah dipaparkan di atas, baik perbedaan dalam hal otak secara biologis, fisiologis, maupun secara kognitif otomatis akan membedakan pula kecerdasan antara laki-laki dengan perempuan.
2.2.    Multiple Intelligensi
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Menurut Danah Zohar dalam Iskandar (2012:52-53), bentuk kecerdasan manusia itu banyak dan tak terbatas, namun dapat dihubungkan kepada tiga kecerdasan IQ, EQ dan SQ. Manusia memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Ketiga-tiga kemampuan sangat membantu seseorang dalam meningkatkan kualitas diri, mengabaikan salah satu kemampuan tersebut menyebabkan individu dililit masalah secara pribadi maupun sosial masyarakat. Selama ini masyarakat mempercayai dan mengagung-agungkan akan arti kecerdasan intelektual bahwa jika seseorang memiliki tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar dibanding orang lain. Pada  kenyataannya, ada banyak kasus dimana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelegent Quontient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan. 
Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan.
Intelegensi atau kecerdasan menurut Iskandar adalah sebuah konsep yang dioperasionalisasikan dengan suatu alat ukur, dan keluaran dari alat ukur inilah yang berupa IQ (Iskandar, 2012:59).
Kecerdasan itu sebagai potensi biopsikologi. Artinya, semua anggota jenis makhluk hidup yang bersangkutan mempunyai potensi untuk menggunakan sekumpulan bakat kecerdasan yang dimiliki oleh jenis makhluk itu (Gardner, 2013:67).
Sedangkan kecerdasan menurut Gardner dalam Azwar (1996:30) adalah :
a)      Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
b)      Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan.
c)      Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat didalam kehidupannya.
Sedangkan menurut Sternberg dkk menemukan bahwa konsepsi orang awam mengenai inteligensi mencakup tiga faktor  kemampuan utama, yaitu (a) kemampuan memecahkan masalah–masalah praktis yang berciri utama adnya kemampuan berfikir logis, (b) kemampuan verbal (lisan), yang berciri utama adanya kecakapan  berbicara dengan jelas dan lancar, dan (c) kompetensi  sosial yang ber ciri utama  adanya kemampuan untuk menerima orang  lain sebagaimana adanya (Azwar, 1996:7).
Dari penjelasan di atas, kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dan mencari serta memecahkan jalan keluar sampai masalah itu selesai dengan cara menggunakan potensi yang dimilikinya.
Multiple Intelligences adalah istilah atau teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School Of Education, Harvad University, Amerika Serikat (Haddar, 2010: 17).
Menurut Gardner dalam bukunya Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences yang dikutip oleh Prawiradilaga dan Siregar (2007: 59) kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur: kecerdasan logis matematis, kecerdasan bahasa/linguistik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis jasmani, kecerdasan musical, kecerdasan naturalis.
Untuk lebih jelasnya, dibawah ini merupakan definisi dari masing-masing kecerdasan tersebut :
a)      Kecerdasan logis matematis memuat kemampuan seseorang dalam menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini juga meliputi pola dan hubungan logis, berpikir logis, pernyataan dan dalil-dalil, fungsi logika dan kemampuan abstraksi-abstraksi lainnya.
b)      Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dan menggunakan bahasa dan kata-kata secara efektif, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
c)      Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.
d)      Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk mamahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
e)      Kecerdasan spasial-visual memuat kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dunia spasial-visual secara akurat, dan kemampuan menstransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut dalam berbagai aspek kehidupan.
f)       Kecerdasan kinestetik merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan sesuatu dan kemampua-kemampuan fisik yang spesifik, seperti keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan hal-hal yang berkaitan dengan sentuhan.
g)      Kecerdasan musical adalah kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada disekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
h)      Kecerdasan Naturalis adalah kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.(Prawiradilaga dan Siregar. 2007: 61-66 )
Sedangkan menurut Iskandar (2012:54-56) adalah sebagai berikut: Kecerdasan logis matematis memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kecerdasan linguistik memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain, mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan disekelilingnya. Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri, ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Kecerdasan spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Kecerdasan musik memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara non verbal yang berada disekelilingnya.Kecerdasan naturalis merupakan kemampuan seseoarang siswa (peserta didik), guru (pendidik) untuk peka terhadap lingkungan alam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Multiple Intelligences adalah kecerdasan ganda atau majemuk yang meliputi: kecerdasan bahasa/linguistik dan kecerdasan logis matematis yang diklasifikasikan dengan IQ; kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal yang diklasifikasikan dengan EQ; kecerdasan spasial – visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, dan kecerdasan naturalis yang diklsifikasikan dengan SQ.
2.3.     Karakteristik Kecerdasan Logis Matematis
Menurut Gardner ada dua fakta penting mengenai kecerdasan logis matematis. Pertama, dalam diri orang berbakat, proses dari penyelesaian masalah sering berlangsung amat cepat-ilmuwan yang sukses memikirkan banyak variabel sekaligus dan membuat sejumlah hipotesis yang masing-masing dievaluasi dan kemudian diterima atau ditolak secara bergantian. Kedua, penyelesaian dari suatu masalah dapat disusun sebelum penyelesaian itu diutarakan. Sebenarnya, proses penyelesaian mungkin sama sekali tidak tampak, bahkan bagi orang yang menyelesaikan masalah (Gardner, 2013:43-44).
Menurut Amstrong dalam Salim Haddar kecerdasan logis matematis dapat diwujudkan dalam bentuk menghitung, membuat kategorisasi atau penggolongan, membuat pemikiran ilmiah dengan proses ilmiah, membuat analogi dan sebagainya (Haddar, 2010: 60).
Iskandar (2012:54) kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang memuat kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kecerdasan logis matematis menurut Salma dan Eveline adalah kecerdasan yang memuat kemampuan seseorang dalam menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini juga meliputi pola dan hubungan logis, berpikir logis, pernyataan dan dalil-dalil, fungsi logika dan kemampuan abstraksi-abstraksi lainnya (Prawiradilaga dan Siregar, 2007:62-63).
Menurut Saifullah (2004: 30) bahwa kecerdasan logis matematis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Berdasarkan Campbell (2006: 40) bahwa kecerdasan logis matematis melibatkan banyak komponen yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif dan induktif, dan ketajaman pola-pola dan hubungan-hubungan.
Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pelayanan kecerdasan logis matematis mencakup kategorisasi, klasifikasi, kesimpulan, generalisasi, penghitungan dan pengujian hipotesis (Amstrong, 2013:6).
Gaya belajar anak dengan kecenderungan kecerdasan logis matematis adalah belajar dengan angka-angka, belajar dengan menggunakan komputer, belajar dengan membuat hipotesis atau pikiran terlebih dahulu, belajar melalui kasus dan berusaha mencari jalan keluar (Chatib, 2013:173).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan dimana seseorang dituntut untuk mengoperasi suatu bilangan dengan cepat dan tepat, menghitung angka-angka yang sangat rumit, dapat menganalisis sebab-akibat terjadinya sesuatu dan mampu merumuskan masalah yang ada sehingga seseorang yang berkecerdasan logis matematis akan dapat berpikir sesuai dengan hal-hal yang bersifat rasional.
2.4.    Karakteristik kecerdasan bahasa/linguistik
Bakat linguistik bersifat universal, dan perkembangannya pada anak-anak amat mengherankan, tidak berbeda pada budaya yang berbeda. Bahkan dalam populasi orang tuli dengan bahasa tanda manual tidak diajarkan secara nyata, anak-anak sering manemukan bahasa manual mereka sendiri dan menggunakannya secara sembunyi-sembunyi. Jadi, kecerdasan dapat beroperasi secara tidak tergantung pada input indera spesifik atau saluran output.
Prediksi oleh para ahli etimologi bahwa bahasa memiliki umur yang sama dengan umur bumi. Ketika kehidupan mulai muncul, seiring itu pula kehidupan bahasa mulai ada. Pada dasarnya, bahasa merupakan media seseorang untuk menyampaikan maksud dan keinginannya kepada lawan bicara, berupa bahasa tubuh atau hanya gerakan tangan. Bahasa yang merupakan kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata adalah kemampuan istimewa pada manusia, yang kemungkinan berasal dari daerah tertentu yang spesifik pada korteks dibelahan otak sebelah kiri. Benturan keras pada kepala sebelah kiri dapat menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk mengerti atau menghasilkan kata-kata yang terucapkan, sedangkan benturan pada kepala sebelah kanan mungkin tidak (Hardy dan Heyes, 1988:16). 
Dengan bagian otak Daerah Broca yang berfungsi untuk menghasilkan kalimat yang benar secara tata bahasa. Seseorang yang mengalami kerusakan otak di daerah ini dapat memahami kata-kata dan kalimat cukup baik tetapi mengalami kesulitan menyusun kata-kata menjadi kalimat kecuali dalam bentuk yang paling sederhana. Pada waktu yang sama, proses pemikiran lain mungkin sama sekali tidak terpengaruh (Gardner, 2013:45).   
Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dan menggunakan bahasa dan kata-kata secara efektif, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya (Prawiradilaga dan Siregar. 2007: 61).
Bahasa hanya rangkaian kata dan kata hanyalah rangkaian yang terdiri dari huruf sehingga bahasa hanyalah rangkaian huruf yang tersusun dengan makna dan maksud tertentu yang disebut kalimat (Chatib, 2012 :80).
Beberapa pendapat mengenai definisi kecerdasan logis matematis antara lain : Menurut Syaodih (2007:19) kecerdasan linguistik adalah kecakapan berfikir melalui kata-kata, menggunakan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks.
Kecerdasan linguistik menurut Amstrong (2013:6) adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan (misalnya: sebagai seorang orator, pendongeng, atau politisi) maupun tulisan (minyalnya: penair, penulis naskah drama, editor atau jurnalis).
 Peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang tinggi umumnya ditandai dengan membaca di waktu senggang, menulis karangan yang bersifat imajinasi, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, mengisi teka-teki silang dan sebagainya (Prawiradilaga dan Siregar. 2007: 62).
Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya (Efendi. 2005: 142).
 Gaya belajar anak dengan kecenderungan kecerdasan linguistik adalah biasa belajar dengan cara mengenal huruf, kata dan kalimat, membaca, menulis, bercerita, melaporkan sesuatu yang menarik, berbicara didepan umum, merekan dengan media audio, mendengar, menghafal, bertanya dan berdebat. Contoh orang-orang yang memiliki kecerdasan bahasa yaitu: Jurnalis/Wartawan, Penulis, Penyair, Pembicara, Pembaca berita (Efendi. 2005: 142).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dimana seseorang mampu menulis kata-kata indah, banyak membaca, mengerti bahasa dan kata-kata yang sangat rumit dan mempunyai kosakata yang luas sehingga seseorang yang berkecerdasan linguistik mampu  mengekspresikan semua idenya bisa melalui bentuk tulisan bahkan dalam berbicara.`
3.     Metodologi
3.1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MA Mafatihul Huda. Jumlah siswa kelas XI MA Mafatihul Huda pada tahun ajaran 2013/2014 seluruhnya berjumlah 155 siswa yang tersebar dalam 4 kelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2
Jumlah siswa Kelas XI MA Mafatihul Huda
No
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah Siswa
Laki-laki
Perempuan
1
XI IPA
20
20
40
2
XI IPS 1
16
24
40
3
XI IPS 2
17
23
40
4
XI BAHASA
4
31
35
Jumlah keseluruhan
155 Orang
( Sumber : Tata Usaha MA Mafatihul Huda)
3.2.    Sampel
Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Margono, 1997:128). Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA MA Mafatihul Huda yang berjumlah 40 siswa. Dipilihnya kelas XI IPA dikarenakan jumlah siswa antara laki-laki dan perempuan seimbang. Selain itu, kelas IPA adalah kelas yang pada umumnya mempunyai keseriusan dalam belajar terutama pada mata pelajaran matematika.
3.3.    Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kuantitatif. Dapat dikatakan metode kuantitatif karena data penelitiannya berupa angka–angka dan analisisnya menggunakan statistik (Sugiyono, 2012:7).
3.4.    Desain Penelitian
Penelitian ini tidak melakukan perlakuan terhadap sampel yang digunakan, baik secara metode maupun media karena penelitian ini bukan penelitian eksperimen. Perlakuan yang diberikan penulis pada sampel hanya sebatas pemberian soal-soal yang berupa tes IQ. Maka desain dalam penelitian ini  menggunakan desain penelitian “One Shot Case Study”  yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data “satu saat” (Sugiyono, 2008: 107)
3.5.    Instrument Penelitian
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006 : 150 ). Sedangkan menurut Menurut Riduwan (2003:57) tes sebagai pengumpul instrumen data adalah serangkaian pengetahuan, intelegensi, kemampauan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Tes yang digunakan adalah tes IQ yang obyektif dalam bentuk pilihan ganda, dimana soal berbentuk pilihan ganda yang menuntut siswa untuk memilih jawaban yang tepat dari 4 alternatif  jawaban yaitu a, b, c dan d sesuai dengan kemampuannya.
3.6.    Teknik Analisis Data  
Untuk menggambarkan tingkat kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik siswa di kelas XI IPA MA Mafatihul Huda digunakan teknik analisis statistik deskriptif. Adapun untuk mengetahui perbedaan rata-rata kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dengan perempuan, digunakan teknik analisis statistik inferensial, yaitu uji perbedaan dua rata-rata (uji-t).

4.     Hasil dan Pembahasan Penelitian
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimilki oleh individu. Dengan kecerdasan logis matematis seseorang dituntut untuk mengoperasi suatu bilangan dengan cepat dan tepat, menghitung angka-angka yang sangat rumit, dapat menganalisis sebab-akibat terjadinya sesuatu dan mampu merumuskan masalah yang ada. Dalam penjabaran alasan-alasan yang logis juga dibutuhkan kecerdasan linguistik untuk menuliskan idenya melalui kata-kata. Sehingga dalam mempelajari mata pelajaran matematika dibutuhkan kedua kecerdasan ini. Namun, dari kedua kecerdasan tersebut ada yang lebih dominan dan ada kecenderungan perbedaan kecerdasan antara siswa laki-laki dan perempuan.
Berikut ini merupakan hasil dari analisis data yang dilakukan dari tes. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dua sampel. Dalam pengujian ini kita dapat mengetahui sejauh mana perbedaan yang terjadi antara kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dengan perempuan.
Tabel 3
Independent T Test Hasil Tes Kecerdasan Logis Matematis

thitung
Df
Sig. (2-tailed)
1,447
38
0,156

Selain Pengujian hipotesis terhadap kecerdasan logis matematis peneliti melanjutkan pengujian perbedaan pada kecerdasan linguistik. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dua sampel. Dalam pengujian ini kita dapat mengetahui sejauh mana perbedaan yang terjadi antara kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan.

Tabel 4
Independent T Test Hasil Tes Kecerdasan Linguistik

thitung
Df
Sig. (2-tailed)
0,826
38
0,414

Dari hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan analisis perhitungan yang telah dilakukan, ternyata tidak ada perbedaan kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan. Berdasarkan uji-t dengan menggunakan sofware SPSS 16.0 diperoleh thitung pada kecerdasan logis matematis = 1,447 dan thitung  pada kecerdasan linguistik = 0,826, sedangkan ttabel pada kedua kecerdasan itu = 2,024. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan.
Selanjutnya, Berdasarkan hasil pengolahan data kecerdasan logis matematis, diperolah statistik deskriptif data kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dan perempuan yang terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 5
Statistik Deskriptif Kecerdasan Logis Matematis
antara Siswa Laki-laki dan Perempuan
Kecerdasan Logis Matematis
N
Rata-rata
Varians
Simpangan baku
Laki-laki
20
9,80
12,58
3,54
Perempuan
20
8,35
7,50
2,73

Hal ini terlihat hasil tes kedua kecerdasan tersebut, yaitu nilai tes kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik, dari nilai rata-rata kecerdasan logis matematis siswa laki-laki sebesar 9,8 dan rata-rata siswa perempuan = 8,35. Berdasarkan rata-rata kecerdasan logis matematis siswa laki-laki cenderung lebih besar dari pada rata-rata kecerdasan logis matematis siswa perempuan, namun perbedaan rata-rata ini tidaklah besar. Dalam data tersebut terlihat pula varians dan simpangan baku kecerdasan logis matematis laki-laki cenderung lebih besar dari pada kecerdasan logis matematis perempuan. Hal ini berarti penyebaran skor kecerdasan logis matematis laki-laki lebih bervariasi dari pada kecerdasan logis matematis perempuan. Berikut ini adalah diagram yang memperlihatkan skor tertinggi (Xmax), skor terendah (Xmin) dan rata-rata kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dengan perempuan pada kelas XI IPA MA Mafatihul Huda.

Diagram 1
Diagram rata-rata kecerdasan logis matematis
antara siswa laki-laki dengan perempuan

Sedangkan untuk mengetahui kecerdasan linguistik, Berdasarkan hasil pengolahan data kecerdasan linguistik diperolah statistik deskriptif data kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dan perempuan yang terdapat dalam tabel berikut.










Tabel 6
Statistik Deskriptif Data Kecerdasan Linguistik
antara siswa Laki-laki dan Perempuan

Kecerdasan Linguistik
N
Rata-rata
Varians
Simpangan baku
Laki-laki
20
9,90
10,62
3,25
Perempuan
20
11,30
13,16
3,62

Sedangkan kecerdasan linguistik siswa laki-laki dengan rata-rata = 9,90 dan rata-rata siswa perempuan = 11,30. Untuk tingkat kecerdasan siswa kelas XI IPA MA Mafatihul Huda. Rata-rata kecerdasan linguistik siswa laki-laki cenderung lebih kecil dari pada rata-rata kecerdasan linguistik siswa perempuan, namun perbedaan rata-rata ini tidaklah besar. Dalam data tersebut terlihat pula varians dan simpangan baku kecerdasan linguistik siswa perempuan cenderung lebih besar dari pada kecerdasan linguistik siswa laki-laki. Hal ini berarti penyebaran skor kecerdasan linguistik siswa perempuan lebih bervariasi dari pada kecerdasan linguistik siswa laki-laki. Berikut ini adalah diagram yang memperlihatkan skor tertinggi (Xmax), skor terendah (Xmin) dan rata-rata kecerdasan linguistik laki-laki dan kecerdasan linguistik siswa perempuan pada kelas XI IPA MA Mafatihul Hud
Diagram 2
Diagram rata-rata kecerdasan linguistik
antara siswa laki-laki dan perempuan

Hasil penelitian ini sangat selaras dengan penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang ditulis oleh Rafianti (2010) jurusan matematika Universitas Pendidikan Indonesia tentang Studi Komparatif Hasil Belajar Siswa Laki-Laki dan Perempuan Melalui Pembelajaran Multiple Intelligences yang kesimpulannya menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa laki-laki dan perempuan melalui pembelajaran Multiple Intelligences.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dan hasil penelitian sebelumnya, berarti benar apa yang dikatakan oleh Eisen Berg, Martin dan Fabes dalam Santrock bahwa pernyataan seperti “laki-laki unggul dibanding perempuan dalam bidang matematika” seharusnya tidak dipahami sebagai klaim bahwa semua laki-laki lebih unggul diatas perempuan dalam bidang matematika. Selain itu, dalam Santrock, Maccoby dan Jacklin menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam keahlian verbal (Santrock: 188). Dengan demikian, perbedaan kecerdasan berdasarkan gender perlu perhatikan lagi dalam penelitian yang lebih mendalam.
Dengan menganalisis kecerdasan logis matematis dan kecerdasan linguistik siswa berdasarkan gender, maka sebagai fasilitator kita dapat mengetahui kecerdasan siswa, baik yang dimiliki siswa laki-laki maupun perempuan. Selain itu, kita juga akan selalu mencari dan berpikir untuk proses pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan siswa, sehingga bisa membantu mengarahkan keberhasilan siswa.   
5.     Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan analisis yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Tingkat kecerdasan logis matematis siswa kelas XI IPA MA Mafatihul Huda menunujukkan kategori baik dengan rata-rata skor sebesar 9,08 atau dalam rata-rata nilai sebesar 64. Untuk kecerdasan logis matematis siswa laki-laki menunjukkan kategori baik dengan rata-rata skor sebesar 9,8 atau dalam rata-rata nilai sebesar 69 dan untuk siswa perempuan menunjukkan kategori cukup dengan rata-rata skor sebesar 8,35 atau dalam rata-rata nilai sebesar 60.
2.      Tingkat kecerdasan linguistik siswa kelas XI IPA MA Mafatihul Huda menunujukkan kategori baik dengan rata-rata skor sebesar 10,6 atau dalam rata-rata nilai sebesar 66. Untuk kecerdasan linguistik siswa laki-laki menunjukkan kategori baik dengan rata-rata skor sebesar 9,9 atau dalam rata-rata nilai sebesar 62 dan untuk siswa perempuan menunjukkan kategori baik pula dengan rata-rata skor sebesar 11,3 atau dalam rata-rata  nilai sebesar 70.
3.      Berdasarkan hasil penyebaran tes kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dengan perempuan kelas XI IPA MA Mafatihul Huda secara keseluruhan diperoleh thitung = 1,447 dan ttabel = 2,024 dengan taraf signifikan 5% maka berdasarkan kriteria uji-t dua sampel thitung < ttabel sehingga H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan rata-rata kecerdasan logis matematis antara siswa laki-laki dengan perempuan.
4.      Dan berdasarkan hasil penyebaran tes kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan kelas XI IPA MA Mafatihul Huda secara keseluruhan diperoleh thitung = 0,826 dan ttabel = 2,024 dengan taraf signifikan 5% maka berdasarkan kriteria uji-t dua sampel thitung < ttabel sehingga H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan rata-rata kecerdasan linguistik antara siswa laki-laki dengan perempuan.
4.2  Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut :
1.      Bagi siswa disarankan agar dapat memilih jurusan sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya, sehingga mereka dapat lebih mudah menerima materi yang telah diajarkan. Siswa juga akan lebih percaya diri dengan kemampuannya, karena telah menyadari bahwa setiap pribadi dalam dirinya pasti memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda-beda.
2.      Bagi pihak sekolah disarankan untuk pemilihan jurusan alangkah lebih baiknya semua siswa diseleksi terlebih dahulu dengan menggunakan tes kecerdasan, sehingga penentuan jurusan ditentukan dari hasil tes tersebut. Misalkan siswa yang dominan dengan kecerdasan logis matematis dikelompokkan atau dimasukkan kedalam jurusan IPA, sedangkan siswa yang dominan dengan kecerdasan linguistik dikelompokkan atau dimasukkan kedalam jurusan BAHASA atau IPS.
3.      Disarankan untuk penelitian lebih lanjut dan lebih meluas lagi mengenai perbedaan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) antara  laki-laki dengan perempuan. Seperti kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis jasmani, kecerdasan musical, kecerdasan naturalis.


Daftar Pustaka
Amstrong, Thomas. 2013. Kecerdasan Multipel didalam Kelas. Jakarta : indeks.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 1996. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta : Pusaka Pelajar.
Cambell, Linda. dkk. 2006. Metode Praktis pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok : Insuisi Press.
Chatib, Munif. 2012. Sekolah Anak-Anak Juara. Bandung : Kaifa.
___________. 2013. Orang Tuanya Manusia. Bandung : Kaifa.
Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung : Alfabeta.
Gardner, Howard. 2013. Kecerdasan Majemuk (Teori dalam Praktek). Interaksara.
Hady, Malcolm dan Heyes Steves. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Haddar , Salim. 2010. Penerapan Konsep Multiple Intelligences dalam Mewujudkan Sekolah Unggul. Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang  : UIN Maulana Malik Ibrahim.
Lwin, May, dkk. 2008. How to Multiply Your Child’s Intelligence. Yogyakarta : Penerbit Indeks.
Mahmud. 2005. Psikologi Pendidikan Mutakhir. Bandung : Sahifa.
Margono, S. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Ria dkk. 2009. “Masih Dianggap Momok Dalam UNAS; Matematika dan Bahasa Inggris Diberi Porsi Lebih”. Kedaulatan Rakyat.
Riduwan. 2006. Dasar – dasar Statistik. Bandung : Alfabeta
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.
Saifullah. 2004. Mencerdaskan Anak (Mengoptimalkan Kecerdasan Intelektual, Emosi dan Spiritual Anak). Jombang : Lintas Media.
Santrock, John. W. Psikologi Pendidikan. University of Texas at Dallas.
Siregar, Syofian. 2010. Statistika Deskriptif  untuk Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Abeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

1 comment: