Pembelajaran di sekolah merupakan sebuah
wadah untuk menjadikan siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi,
semua orang memiliki metode pembelajaran yang berbeda-beda. Dalam pembelajaran
seluruh siswa yang akan menerima pembelajaran harus bisa memahami penjelasan
yang diberikan oleh guru. Sehingga, tugas guru adalah mencari metode
pembelajaran yang dapat memberikan pemahaman siswa. Dengan menggunakan metode probing prompting, guru dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang dipelajari.
Metode probing prompting dapat membantu siswa dalam belajar dengan cara guru menuntun atau mengarahkan siswa kepada pengetahuan yang baru dengan cara memberikan pertanyaan – pertanyaan atau masalah yang dapat meningkatkan dan menggali pengetahuan serta menjadikan siswa berpikir kritis terhadap pengatuahan yang akan diterimanya. Metode ini pembelajarankan siswa untuk lebih mandiri dalam mencari pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Metode probing prompting adalah salah satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan – pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk bisa menggali pengetahuan yang belum mereka ketahui. Maka tugas seorang guru dalam metode ini adalah memberikan pertanyaan yang dapat merangsang siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam menjawab. Untuk metode probing prompting tidak hanya memerlukan pemikiran, melaikan aktifitas fisik tetap diikut sertakan, karena dalam metode belajar tersebut siswa dapat melakukan diskusi – diskusi kecil dengan temannya agar dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dalam diskusi tersebut, siswa mendiskusikan jawaban atas petanyaan yang diberikan dan melatih siswa untuk berpikir dan bersosialisai.Untuk mengetahui pemahaman siswa atas pelajaran yang diajarkan, guru akan memberikan pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan siswa bahkan ketika siswa menjawab pertanyaannya tidak tepat dalam metode ini guru harus memberikan pertanyaan kembali akan tetapi pertanyaan dalam bentuk kata yang paling sederhana dan dapat dimengerti oleh siswa yang sifatnya menuntun kepada jawaban yang diinginkan. Sehingga hasil pembelajaran matematika dapat menjadi lebih baik.
Metode probing prompting dapat membantu siswa dalam belajar dengan cara guru menuntun atau mengarahkan siswa kepada pengetahuan yang baru dengan cara memberikan pertanyaan – pertanyaan atau masalah yang dapat meningkatkan dan menggali pengetahuan serta menjadikan siswa berpikir kritis terhadap pengatuahan yang akan diterimanya. Metode ini pembelajarankan siswa untuk lebih mandiri dalam mencari pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Metode probing prompting adalah salah satu cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan – pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk bisa menggali pengetahuan yang belum mereka ketahui. Maka tugas seorang guru dalam metode ini adalah memberikan pertanyaan yang dapat merangsang siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam menjawab. Untuk metode probing prompting tidak hanya memerlukan pemikiran, melaikan aktifitas fisik tetap diikut sertakan, karena dalam metode belajar tersebut siswa dapat melakukan diskusi – diskusi kecil dengan temannya agar dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dalam diskusi tersebut, siswa mendiskusikan jawaban atas petanyaan yang diberikan dan melatih siswa untuk berpikir dan bersosialisai.Untuk mengetahui pemahaman siswa atas pelajaran yang diajarkan, guru akan memberikan pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan siswa bahkan ketika siswa menjawab pertanyaannya tidak tepat dalam metode ini guru harus memberikan pertanyaan kembali akan tetapi pertanyaan dalam bentuk kata yang paling sederhana dan dapat dimengerti oleh siswa yang sifatnya menuntun kepada jawaban yang diinginkan. Sehingga hasil pembelajaran matematika dapat menjadi lebih baik.
Kata kunci : Kemampuan berpikir
kritis, pembelajaran matematika, metode
probing prompting
A. PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya peradaban Indonesia, pendidikan
harus mampu mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia menjadi lebih maju
dan beradab karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia
(SDM). Dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan
melimpahnya kekayaan alam melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM).
Mutu sumber daya manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu
pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan
segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen – komponen
tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga pendidikan, sarana dan
prasarana serta biaya.
Menurut undang – undang Republik Indonesia no. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dilansir dalam koran pendidikan oleh M. Arif (4 februari 2014), dijabarkan fungsi bahwa fungsi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu dan martabat manusia indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional sedangkan tujuan pendidikan untuk mencerdasakan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Menurut Direktur Pendidikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Subandi Sardjoko yang dilansir dalam
beritasatu.com oleh Mahesa Bismo (13 Oktober 2013), Indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia dinilai masih rendah yaitu 14,6
persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks
tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen. Apabila kualitas pendidikan di Indonesiamasih rendah maka akan melemahkan
daya saing Indonesia dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean 2015. Oleh sebab
itu, lanjut Subandi, kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia, dengan
meningkatkan kualitas pendidikan dan melakukan terobosan terbaru dalam sektor
pendidikan.
Menurut hasil Third in International Mathematics Science and Study (TIMSS) 2011 yang dilansir dalam
Repubilka.co.id oleh Asep Sapa’at (27 februaru 2014), peringkat anak-anak Indonesia bertengger di posisi tiga puluh delapan dari empat puluh dua negara untuk prestasi matematika, dan menduduki posisi empat puluh dari empat puluh dua negara untuk prestasi sains. Rata-rata skor prestasi
matematika dan sains berturut-turut adalah tiga ratus delapan puluh enam dan empat ratus enam, masih berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional. Hal ini dikarenakan lemahnya kurikulum matematika di Indonesia. Karakteristik soal-soal yang
diujikan di TIMSS cenderung mengujikan aspek penalaran dan pemecahan masalah (Problem Solving). Kurikulum matematika
di Indonesia sendiri terlalu banyak menekankan pada penguasaan keterampilan
dasar menghitung (basic skills) yang bersifat procedural, dan kurangnya
dukungan sekolah dan rumah.
Pembelajaran
adalah segala upaya yang dilaukan oleh guru (pendidik) agar terjadi proses
belajar pada diri siswa. Secara implisit, didalam pembelajaran, ada kegiatan
memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran
yang diinginkan (Sutikno, 2008:33).
Proses
belajar pembelajaran (pembelajaran) adalah upaya secara
sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan
secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi (Aqib, 2013: 66). Dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa benar
– benar kreatif. Sehingga akan berdampak pada ingatan siswa yang akan lebih
lama bertahan tentang apa yang akan dipelajari. Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Dalam belajar matematika siswa
harus berpikir, karena itu peserta didik harus difasilitasi agar mau berpikir.
Menurut Jozua Sabandar ada beberapa hal yang dipandang perlu dikuasai dan
dilakukan oleh guru agar proses berpikir siswa dapat berlangsung, yaitu guru
harus menggunakan teknik Prompting,
teknik Probing, teknik scafolding, dan teknik cognitive conflict(Megarati, 2010:75).
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan
tetapi belajar adalah proses berpikir (learning
how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak
kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek (Sanjaya, 2010:200-201). Untuk mempelajari matematika siswa perlu kemampuan berpikir dengan secara
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan
penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak
kiri, misalnya dengan memaksa siswa untuk berpikir logis dan rasional, akan
membuat siswa dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar
berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya
dengan memasukan unsur – unsur yang dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur
estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan (Sanjaya, 2010:201).
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan
memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam
mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu siswa yang memiliki
kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir.
Sebaliknya, kemampuan berpikir siswa sudah pasti diikuti oleh kemampuan
mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa
berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori (Sanjaya, 2010:231).
Dengan demikian metode konvensional dianggap kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan partisipasi dalam
pembelajaran matematika. Seperti
yang dikemukakan Program Director
MMExecutive BINUS Business School, Tubagus Hanafi Soeriaatmadja yang
dilansir (kompas.com) menyatakan
bahwa ketika dalam pembelajaran menggunakan metode konvensional yaitu metode
ceramah siswa harus mencatat. Apabila siswa lupa atau tidak mencatat, maka
materi yang diberikan “masuk telinga kanan, keluar telinga kiri”.
Menurut Dewey dalam Fisher (2009:2) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai sebuah proses ‘aktif’, Dewey ingin mengkontraskannya
dengan cara berpikir di mana siswa menerima begitu saja gagasan – gagasan dan
informasi dari orang lain dan ini disebut sebagai sebuah proses ‘pasif’. Jika
dilihat dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa MTs As Sunnah
Kota Cirebon masih belum menjadi pemikir kritis karena siswa MTs As Sunnah Kota
Cirebon hanya bisa menerima dan mendengarkan apa yang di sampaikan guru tanpa
adanya pertimbangan. Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa perlu adanya
suatu metode pembelajaran yang bisa meningkatkan rasa ingin tahu dan aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Maka peneliti tertarik untuk
menggunakan metode probing prompting
dalam pembelajaran di kelas VII MTs As Sunnah Cirebon.
Melalui metode probing
prompting (menggali dan menuntun) guru dan siswa dapat menciptakan susana
pembelajaran yang lebih efektif dan aktif karena siswa lebih banyak diikut
sertakan dalam pembelajaran. Sehingga siswa lebih berani dalam mengungkapkan
pertanyaan – pertanyaan yang ingin di tanyakan serta proses berpikir siswa
dapat berkembang dengan baik.
B. PENGERTIAN BERPIKIR KRITIS
Menurut
Ennis dalam Fisher (2009:4), berpikir
kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilibatkan. Sedangkan Paul
mengemukakan berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, seubstansi atau
masalah apa saja di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan
menangani secara terampil struktur – struktur yang melekat dalam pemikiran dan
menerapkan standar – standar intelektual padanya.
Definisi
berpikir kritis menurut Dewey yang dinamakannya sebagai berpikir reflektif dan
mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan
atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan –
alasan yang mendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi
kecenderungannya(Fisher 2009:2).
Fisher
dalam Ismaimuza mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah menjelaskan apa yang
dipikirkan. Belajar untuk berpikir kritis berarti: belajar bagaimana bertanya,
kapan bertanya, apa pertanyaannya, bagaimana nalarnya, kapan menggunakan
penalaran, dan metode penalaran apa yang dipakai.Seorang siswa dapat dikatakan
berpikir kritis bila siswa tersebut mampu menguji pengalamannya, mengevaluasi
pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan argumen sebelum mendapatkan
justifikasi. Agar siswa menjadi pemikir kritis maka harus dikembangkan
sikap-sikap keinginan untuk bernalar, ditantang, dan mencari kebenaran (Ismaimuza, 2011:13).
Sedangkan menurut Munandar dalam Murtadho (2013:534),
berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi mulai dari
tingkat analisis, sinteis, dan evaluasi. Contoh kata kerja operasional yang
dapat dipakai untuk ranah kognitif pada tingkat analisis adalah menganalisis,
memecahkan, menegaskan, menyeleksi, menelaah, menyelidiki, mengaitkan, dan lain
– lain. Kata kerja pada ranah kognitif tingkat sintesis adalah menghubungkan,
mengkategorikan, menyusun, membentuk, dan lain – lain. Kata kerta pada ranah
kognitif tingkat evaluasi (penilaian) adalah membandingkan, menyimpulkan,
memprediksi, dan lain – lain.
Krulik dan
Rudnick dalam Somakim (2011:43) mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kiritis dalam matematika adalah
berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek
yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Berpikir kritis tersebut
bisa muncul apabila dalam pembelajaran adanya masalah yang menjadi memicu dan
diikuti dengan pertanyaan.
Menurut Paul
yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana dalam Liberna (2011:192) berpikir kritis adalah proses
disiplin secara intelektual dimana siswa secara aktif dan terampil memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi berbagai
informasi yang dikumpulkan atau yang diambil dari pengalaman,pengamatan,
refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya.
Berpikir
kritis merupakan suatu sikap dan proses penalaran yang melibatkan sejumlah
keterampilan intelektual. Menurut Paul dalam Wilkison menyatakan bahwa berpikir
kritis adalah disiplin, mengarahkan diri, berpikir rasional yang mengesahkan
apa yang kita tahu dan membuat jelas dimana kita mengetahui. Ini adalah seni
berpikir tentang pemikiran saat manusia sedang berpikir sehingga membuat
pemikiran menjadi lebih jelas, tepat, akurat, relevan, konsisten, dan adil (Mulyaningsih,
2011:28).
Dari
uaraian di atas, berpikir kritis adalah mencari kebenaran dalam suatu
permasalahan yang dihadapi dengan cara memahami,
menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi pengetahuan yang telah
dimiliki dan dihubungkan dengan pengetahuan yang baru.
C. KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Kemampuan siswa
dalam berpikir kritis dapat dikenali dari tingkah laku yang diperlihatkan siswa
selama proses berpikir dalam pembelajaran. Untuk mengetahui kemapuan berpikir
kritis siswa itu dapat dihubungkan dengan indikatior – indikator berpikir
kritis yang dikemukakan beberapa ahli. berikut merupana konsep dari beberapa
ahli terkait dengan kemampuan berpikir kritis.
Menurut
Facione dalam Haryani (2011:124) mengemukakan ada enam kemampuan berpikir kritis
yaitu:
a) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk
memahami, menjelaskan dan memberi makna data atau informasi.
b) Analisis, yaitu kemapuan untuk
mengidentifikasi hubungan dari informasi – informasi yang dipergunakan untuk
mengekspresikan pemikiran atau pendapat.
c) Evaluasi, yaitu kemampuan untuk
menguji kebenaran.
d) Inferensi, yaitu kemapuan untuk
mengidentifikasi dan memperoleh unsur – unsur yang diperlukan untuk membuat
suatu kesimpulan yang masuk akal.
e) Eksplanasi, yaitu kemapuan untuk
menjelaskan atau menyatakan hasil pemikiran berdasarkan bukti, metodologi, dan
konteks.
f) Regulasi diri, yaitu kemampuan siswa
untuk mengatur berpikirnya.
Sedangkan
menurut Angelo di kutip oleh Susanto dalam Haryani (2011:124-125) mengungkapkan lima perilaku yang
sistematis dalam berpikir kritis. Lima perilaku tersebut adalah sebagai
berikut:
a)
Keterampilan
menganalisis, yaitu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen
– komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut.
b)
Keterampilan
mensintesis, keterampilan menggabungkan bagian- bagian menjadi susunan yang
baru.
c)
Keterampilan
mengenal dan memecahkan masalah, yaitu keterampilan aplikatif konsep kepada
beberapa pengertian.
d)
Keterampilan
menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai pengertian baru.
e)
Keterampilan
mengevaluasi/menilai, yaitu kemapuan menentukan nilai sesuatu berdasarkan
kriteria tertentu.
Menurut Gleser dalam Fisher (2009:7), mendaftarkan kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:
a) Mengenal masalah
b) Menemukan cara –
cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah – masalah itu
c) Mengumpulkan dan
menyusun informasi yang diperlukan
d) Mengenal asumsi
– asumsi dan nilai – nilai yang tidak dinyatakan
e) Memahami dan
menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas
f) Menganalisi data
g) Menilai fakta
dan mengevaluasi pernyataan – pernyataan
h) Mengenal adanya
hubungan yang logis antara masalah – masalah
i)
Menarik
kesimpulan – kesimpulan dan kesamaan – kesamaan yang diperlukan
j)
Menguji
kesamaan – kesamaan dan kesimpulan – kesimpulan yang siswa ambil
k) Menyusun kembali
pola – pola keyakinan siswa berdasarkan pengalaman yang lebih luas
l)
Membuat
penilaian yang tepat tentang hal – hal dan kualitas – kualitas tertentu dalam
kehidupan sehari – hari.
Untuk melihat atau mengukur kemampuan berpikir kritis
dibutuhkan indikator – indikator yang sebenarnya tidak mudah untuk dirumuskan.
Berdasarkan pendapat – pendapat di atas maka indikator berpikir kritis dalam
penelitian ini adalah:
a) Menganalisis adalah kemapuan untuk mengidentifikasi hubungan dari
informasi – informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau
pendapat.
b) Inferensi adalah kemapuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur –
unsur yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal.
c) Memecahkan masalah adalah keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa
pengertian.
d) Mengevaluasi adalah kemapuan menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria
tertentu.
Berdasarkan konsep di atas, kemampuan berpikir kritis siswa manjadikan
siswa mampu mengidentifikasi hubungan dari informasi untuk dijadikan sebuah
kesimpulan yang masuk akal sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah
serta menentukan nilai dari sebuah masalah tersebut.
D. TEKNIK PENGUKURAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
Kemampuan berpikir kritis siswa dapat diketahui dengan
pengkuran. Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur
keterampilan berpikir kritis antara lain dengan pilihan ganda atau dengan tes esai. Selain dengan pengukuran di atas,
kebiasaan berpikir kritis siswa dapat diukur
dengan skala likert (Mulyaningsih, 2011:41-42).
Terdapat
beberapa model pengukuran yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengukur
pencapain kemampuan berfikir siswa. model pengukuran terhadapa kemampuan
berfikir kritis sebagai berikut.
a)
California critical thinking disposition inventory
California critical thinking disposition inventory dapat digunakan
untuk mengukur sejauh mana siswa memiliki sikap sebagai seorang pemikir kritis.
Dengan alat ukur ini maka dapat membuka pikiran, kepercayaan diri, maturitas,
menganalisis, sistematis, penyelidikan, pencarian kebenaran.
b)
Critical thinking disposition assessment instrument (UF-EMI)
UF-EMI mengukur
tiga hal yaitu engagement (keterlibatan),
cognitive maturity (kematangan
kognitif), dan innovativeness
(inovatif). Engagement (keterlibatan)
unutk mengukur rasa percaya diri siswa terhadap pemikirannya dan kemampuan
komunikasi. Siswa dengan engagement (keterlibatan)
yang tinggi akan mampu mengantisipasi situasi dengan menggunakan rasional yang
baik. Orang yang mempunyai engagement (keterlibatan)
yang tinggi juga akan mencari kesempatan untuk menggunakan keterampilan
penalaran dan kemampuannya untuk memberikan alasan, memecahkan masalah, dan
membuat keputusan. Orang tersebut juga dapat menjadi komunikator yang baik dan
mampu menjelaskan proses penalaran yang digunakan untuk membuat keputusan atau
menyelesaikan masalah.
Coginitive maturity (kematangan kognitif) diukur untuk mengetahui sejauh mana kesadarn diri dan
obyektifitas siswa. Seorang individu dengan tingkat Coginitive maturity (kematangan kognitif) yang tinggi akan
menyadari kecenderungan sendiri dan bias dalam proses pengambilan keputusan.
Orang tersebut akan menyadari pendapat dan posisinya akan dipengaruhi oleh
orang lain, lingkungan, dan pengalaman. Dia juga menyadari bahwa orang lain
mungkin setujut atau tidak setuju dengan pendapat dan posisinya. Ia terbuka
dengan pendapat orang lain dan membutuhkan masukan untuk menyatukan perbedaan
pandangan dan akan obyektif ketika membuat keputusan atau menyelesaikan
masalah.
Innovativeness (inovasi)
diukur untuk mengetahui keingintahuan siswa terhadap sesuatu yang baru. Siswa
yang memiliki Innovativeness (inovasi)
yang tinggi digambarkan sebagai orang yang selalu lapar. Orang dengan inovasi
tinggi akan selalu mencari pengetahuan baru. Individu yang memiliki tingkat
inovasi yang tinggi akan tahu apa yang harus dipelajari lebih banyak tentang
profesi mereka, situasi mereka, hidup mereka, dan dunia mereka. Siswa dengan
inovasi tinggi akan merasa penasaran dengan tantanganbaru dan aktif berusaha
untuk tahu lebih banyak melalui penelitian, membaca, dan
mempertanyakan(Mulyaningsih, 2011:42-43).
Kedua
model pegukuran tersebut dapat menjadi rujukan bagi pendidik dalam melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar, khususnya terkait dengan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis.
E. METODE PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING
Metode
secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu (Sutikno, 2008:83-84).
Oleh
karena itu, metode pembelajaran dapat berarti alat yang merupakan perangkat
atau bagian dari suatu strategi pengajaran. Strategi pengajaran juga merupakan
suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan. Jadi, cakupan strategi
lebih luas dibandingkan metode atau teknik dalam pengajaran (Kamsinah, 2008:103).
Sedangkan probing prompting merupakan salah satu
teknik bertanya yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Probing prompting terdiri dari dua kata
yaitu probing dan prompting.
Menurut arti
kata, probing adalah menyelidiki dan
pemeriksaan, sementara prompting adalah
mendorong atau menuntun. Pembelajaran probing
prompting adalah pembelajaran dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang
sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa sehingga dapat melejitkan proses
berpikir yang mampu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan
pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya, siswa mengkonstruksi
konsep, prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru, dan dengan demikian
pengetahuan baru tidak diberitahukan (Miftahul
Huda, 2013:281).
Probing question atau pertanyaan
menggali adalah pertanyaan lanjutan yang akan mendorong siswa untuk lebih
mendalami jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya.Prompting question atau
pertanyaan mengarahkan atau menuntun adalah pertanyaan yang diajukan untuk
memberi arah kepada siswa dalam proses berpikir (Hasibuan,
2010:15).
Menurut M. Fahris dan Puput (2014:90) menyatakan bahwa, probing adalah menggali atau melacak,
dan prompting adalah mengarahkan atau
menuntun. Secara umum pembelajaran dengan menggunakan probing promptingadalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan
serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi
proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode probing promptingadalah salah satu cara untuk meningkatkan berpikir
kritis siswa dengan menggunakan pertanyaan – pertanyaan yang dapat mengarahkan
dan menggali pengetahuan siswa sehingga mampu mengaitkan pengetahuan yang sudah didapat dengan
pengetahuan yang akan dipelajari. Maka tugas seorang guru dalam metode ini
adalah memberikan pertanyaan yang dapat merangsang dan menuntun siswa agar
menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam menjawab.
Pembelajaran
probing prompting sangat erat
kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan pada saat
pembelajaran ini disebut probing question.
Probing question adalah pertanyaan
yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih dalam dari siswa yang
bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya
lebih jelas, akurat, dan beralasan.
Probing question dapat
memotivasi siswa untuk mampu mencapai jawaban yang dituju. Selama proses
pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut, mereka berusaha
menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki dengan pertanyaan
yang akan dijawab (Miftahul Huda,
2013:281).
Menurut Megarati (2010:89), dari hasil observasi yang
dilakukan pada saat proses pembelajaran menggunakan teknik probing prompting mengungkapkan bahwa ketika siswa melakukan
diskusi kelompok terlihat siswa sudah aktif dan pada waktu mempresentasikan
hasil kelompoknya siswa sudah berani dan terlihat antusias untuk menjawabny.
Proses
tanya jawab dalam pembelajaran dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak
sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif. Siswa tidak
bisa menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat ia bisa dilibatkan
dalam proses tanya jawab.
Berdasarkan
penelitian Priatna (Sudarti, 2008), proses probing
dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan, sebab ia
menuntun konsentrasi dan keaktifan. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap
pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu
mempersiapkan jawaban sebab mereka harus selalu siap jika tiba – tiba ditunjuk
oleh guru (Megarati,
2010:282).
F. LANGKAH - LANGKAH METODE PROBING
PROMPTING
Kemampuan
berpikir kritis siswa dapat dilakukan melalui penerapan pembelajaran probing
prompting. berikut ini
merupakan Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan
melalui tujuh tahapan teknik pobing yang
kemudian dikembangkan dengan prompting adalah
sebagai berikut (Huda, 2013:282-283):
a) Guru menghadapkan siswa pada situasi
baru, misalkan dengan membeberkan gambar, rumus,atau situasi lainnya yang
mengandung permasalahan.
b) Menunggu beberapa saat untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan permasalahan.
c) Guru mengajukan persoalan yang
sesuaidengan tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh
siswa.
d) Menunggu beberapa saat untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan
diskusi kecil.
e) Menunjuk salah satu siswa untuk
menjawab pertanyaan.
f) Jika jawabannya tepat, maka guru
meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan
bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun,
jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan
kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan –
pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban.
Kemudian, guru memberikan pertanyaan yang menuntun siswa berpikir pada tingkat
yang lebih tinggi, sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau
indikator. Pertanyaan yang diajukan pada langkah keenam ini sebaiknya diberikan
pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh
kegiatan probing prompting.
g) Guru mengajukan pertanyaan akhir
pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut
benar – benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
G. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE PROBING PROMPTING
Metode probing promting memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapanya
di pembelajaran. pendidik harus dapat mengetahu kelebihan apa yang didapat jika
melakukan pembelajaran probing promting.
selain itu, pendidik jiga harus dapat mengatasi kemumngkinan buruk yang terjadi
dari penerapan metode probing promting.
Adapun kedua hal tersebut adalah sebagai berikut.
a) Kelebihan metode probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):
1) Mendorong siswa aktif berpikir
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal – hal yang kurang
jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
3) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan pada
suatu diskusi.
4) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika
itu siswa sedang ribut, yang mengantuk, kembali tegar dan hilang kantuknya.
5) Sebagai cara meninjau kembali (review)
bahan pelajaran yang lampau.
6) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.
b) Kelemahan metode probing prompting(Nurjanah, 2013:22-23):
1) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk
berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkatan berpikir dan
mudah dipahami siswa.
3) Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan
sampai dua atau tiga orang.
4) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan
pertanyaan kepada tiap siswa.
5) Dapat menghambat cara berpikir anak bila tidak/kurang pandai membawakan,
misalnya guru meminta siswanya menjawab persi seperti yang dia kehendaki, kalau
tidak dinilai salah.
H. CONTOH PENERAPAN METODE PROBING PROMPTING DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Berikut
merupakan contoh penerapan metode probing prompting dalam pembelajaran matematika pada pokok
bahasan garis dan sudut.
1. Standar Kompetensi
Menelaah hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan
sudut, serta menentukan ukurannya.
2. Kompetensi Dasar
Mengaitkan hubungan antara dua garis, serta besar, dan jenis sudut.
3. Indikator
1. Menyelidiki kedudukan dua garis (sejajar,
berimpit, dan berpotongan).
2. Menghubungkan pengetahuan dasar untuk
menyelesaikan soal keududkan dua garis.
4. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik dapat menentukankedudukan dua
garis (sejajar, berimpit, dan berpotongan).
2. Peserta didika dapat menyelesaikan soal
kedudukan dua garis.
Karakteristik siswa yang diharapkan :
-
Berani
-
Bertanggung jawab
-
Aktif
5. Materi Pembelajaran
Pengertian garis
Garis merupakan bangun paling sederhana dalam geometri, karena garis adalah
bangun dimensi satu. Perhatikan garis AB di bawah ini, di antara titik A dan
titik B dapat dibuat satu garis lurus AB. Di antara dua titik pasti dapat
ditarik satu garis lurus.
A B
a. Kedudukan dua garis
a) Dua garis sejajar
Dua garis atau lebih dikakatan sejajar apabila garis – garis tersebut
terletak pada suatu bidang datar dan tidak akan pernah bertemu atau berpotongan
jika garis tersebut diperpanjang sampai tak berhingga.
b) Dua garis berpotongan
Dua garis dikatakan berpotongan apabila garis tersebut terletak pada suatu
bidang datar dan mempunyai satu titik potong.
c) Dua garis berimpit
Dua garis dikatakan berimpit apabila garis tersebut terletak pada suatu
garis lurus, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis lurus saja.
b. Sifat dua garis sejajar
Jika suatu garis memoton salah satu dari dua garis sejajar, maka garis
tersebut juga memotong garis yang kedua. Perhatikan ambar di bawah. Diketahui
garis k //m. Jika garis l memotong garis m di titik P,
maka garis l juga memotong garis n di titik Q.
6. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Pendekatan :
Deduktif
2. Metode :
Probing Prompting
7. Langkah – langkah Pembelajaran
Pendahuluan:
Ãœ Salam dan berdo’a sebelum
belajar
Ü Memeriksa kehadiran siswa
Ü Memberikan motivasi kepada
siswa agar siap dalam mengikuti pembelajaran
Ü Apersepsi: Memberikan sebuah masalah berbentuk gambar
yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari yaitu garis dan sudut.
Kegiatan Inti:
Ü Eksplorasi
ü Siswa menggali infromasi tentang masalah yang diberikan
oleh guru besrta nilai kebenarannya dengan cara berdiskusi berpasangan dengan
teman sebangku.
ü Guru memberikan
beberapa pertanyaan pada beberapa pasangan siswa yang ditunjuk secara acak yang
sifatnya menuntun (Probing).
ü Guru memberikan
beberapa pertanyaan pada beberapa pasangan siswa yang ditunjuk secara acak yang
sifatnya menggali pengetahuan siswa (Prompting).
ü Guru menyampaikan materi beserta contoh soalnya yang
dikaitkan dengan hasil diskusi dan membimbing siswa tentang pertanyaan beserta
nilai kebenrannya.
ü Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang kurang paham
pada materi yang disampaikan guru untuk bertanya.
Ü Elaborasi
ü Guru memberikan latihan soal pada siswa.
ü Siswa mengerjakan latihan soal tersebut secara
berkelompok dan berdiskusi berpasangan dengan teman sebangku.
ü Guru berkeliling mengecek pekerjaan siswa.
ü Guru membantu
dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan soal.
ü Guru memberi
kesempatan pada siswa untuk menampilkan hasil jawabannya dengan cara menuliskan
di papan tulis.
ü Beberapa siswa menampilkan hasil pekerjaannya dengan cara
menuliskannya di papan tulis.
Ü Konfirmasi
ü Guru mengecek
dan menanggapi hasil jawaban siswa yang dituliskan di papan tulis.
ü Guru memberikan
penguatan terhadap hasil pekerjan siswa dengan cara memberikan nilai tambahan
pada siswa yang berani menampilkan jawabannya di papan tulis.
Kegiatan penutup :
Ü Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran yang
telah dilakukan.
Ü Guru memberikan tugas pada siswa berupa pekerjaan rumah.
Ü Guru menyampikan pokok bahsan yang akan disampikan pada
pertemuan berikutnya, yaitu jenis – jenis sudut dan hubungan antar sudut.
Ãœ Guru menutup pelajaran dengan berdo’a dan mengucapkan
salam.
8. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
|
Penilaian
|
||
Teknik
|
Bentuk Instrumen
|
Contoh Instrumen
|
|
§ Menentukan Kedudukan dua garis.
|
Tes tulis
|
Uraian
|
Dari gambar di bawah ini
tentuka yang meupakan garis berpotong . . .
|
§ Menyelesaikan soal – soal kedudukan dua garis
|
Tes tulis
|
Uraian
|
Pada gambar di bawah ini
panjang garis CA adalah . . .
|
I. KESIMPULAN
Setiap siswa dapat belajar untuk berpikir
dengan kritis karena otak manusia secara konstan berusaha memahami pengalaman.
Dalam pencariannya yang terus – menerus akan makna, otak dengan tangkas
menghubungkan ide abstrak dengan konteksnya di dunia nyata. Otak menyenangi
jenis hubungan yang harus dilakukan oleh pemikir kritis karena hubungan semacam
ini menghargai bukti, meniliti asumsi, dan memeriksa bahasa dengna teliti.
Pendidikan dengan paradima
kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek. Bagi Freire, fitrah manusia
sejati adalah menjadi subjek bukan menjadi objek. Berpikir kritis sebagai
pertimbangan yang aktif, persisten (terum menerus), dan teliti mengenai
sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang tidak ada pertimbangan dalam
menerimanya dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan
kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.
Dengan mendefinisikan berpikir
kritis sebuah proses ‘aktif’, proses di mana siswa memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam,
mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan, dibandingkan
dengan menerima berbagai hal dari orang lain sebagian besarnya secara pasif.
Berpikir kritis sebagai proses yang presistent (terus
menerus) dan teliti. dikontraskannya dengan cara berpikir kritis yang tidak
direfleksikan yang kadang – kadang memutuskan sebuah keputusan dengan tidak
teliti. Bahkan untuk memutuskan dengan segera atau isu itu tidak cukup penting
untuk dipikirkan secara lebih mendalam, tetapi mengambil keputusan dengan segara sering dilakukan ketika diharuskan untuk mengambil jeda dan berpikir sehingga
harus diam sejenak.
Berpikir kritis didasari dengan alasan – alasan yang
mendukung suatu keyakinan dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi
kecenderungannya. untuk mengungkapkan pemahaman ini dalam bahasa yang lebih
familiar, Dewey menandaskan hal – hal yang menjadi alasan untuk meyakini
sesuatu dan implikasi dari keyakinan – keyakinan. Bukanlah sesuatu yang disebar
– sebarkan jika dikatakan berpikir kritis memberi pengaruh besar terhadap
penalaran, untuk mengemukakan alasan – alasan dan untuk mengevaluasi penaralan
sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2013. Model – Model,Media, dan Strategi
Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya
Arif, M.
4 Ferbuari 2014. Pendidikan Berperan Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Koran Pendidikan “Bernalar dan Berhati Nurani”
Bismo, Mahesa. 13 Oktober 2013. Kualitas Pendidikan di
Indonesia Masih Rendah. Beritasatu.com
Fajar A, M. Fahris. Puput
Wanarti R. 2014. Pengaruh Metode
Pembelajaran Tanya Jawab Probing Prompting Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Standar Kompetensi Menerapkan Dasar – Dasar Elektronika Kelas X AV Di SMK
Negeri 2 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektronika, Volume 03,
Nomor 01, Universitas Negeri Surabaya: tidak diterbitkan
Fisher, Alec. 2009. Berpikir kritis: Sebuah Pengantar. Penerbit: Erlangga
Hasibuan, J.J.
dkk. 2010. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Huda, Miftahul.
2013. Model – model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu – isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ismaimuza, Dasa.
2011. Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Ditinjau Dari Pengetahuan Awal Siswa. Jurnal Pendidikan
Matematika. Volume 2 Nomor 1
Kamsinah.
2008. Metode dalam proses pembelajaran: studi tentang ragam dan
implementasinya. Lentera Pendidikan Vol. 11 No. 1
Latief, M.
05 Februari 2014. Ingat . . . “Online Learning” Bukan Kelas Kacangan. Berita
Pendidikan. Edukasi.Kompas.Com
Lawshe, C.H.
1975. A Quantitative Approach to Content Validity. Indiana: Bowling Green State
University
Murtadho, Fathiaty. 2013. Berpikir Kritis Dan Strategi
Metakognisi: Alternatif Sarana Pengoptimalan Latihan Menulis Argumentasi.
Internasional Seminar On Quality And Affordable Education (ISQAE)
Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Press
Sanjaya, Wina.
2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana
Sapa’at, Asep. 27 Februari 2014. Kemana Arah Pendidikan
Indonesia?.Republika.co.id
Sutikno, M.
Sobry. 2008. Belajar dan Pembelajaran
“upaya kreatif dalam mewujudkan pembelajaran yang berhasil”. Bandung:
Prospect
Suyatno. 2009. Menjelajah
Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka
Trianto.
2009. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif:
konsep, landasan, dan implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana
No comments:
Post a Comment